Oleh : Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid
MUQADIMAH
Segala puji bagi Allah, kita memuji, memohon pertolongan, serta ampunanNya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan nafsu-nafsu kita dan dari kejahatan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang ditunjuki oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tak seorangpun yang bisa menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah yang tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.
Rumah Adalah Nikmat
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan sesungguhnya Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal.” (An-Nahl : 80)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan kesempurnaan nikmatNya atas hambaNya, dengan apa yang Dia jadikan bagi mereka rumah-rumah yang merupakan tempat tinggal mereka. Mereka kembali kepadanya, berlindung dan memanfaatkannya dengan berbagai macam manfaat”(Tafsir Ibnu Katsir, cet. Daarusy Sya’bi,4/509.)
Banyak sekali kegunaan rumah bagi seseorang. Ia adalah tempat makan, tidur, istirahat, dan berkumpul dengan keluarga, isteri dan anak-anak, juga tempat melakukan kegiatan yang paling pribadi dari masing-masing anggota keluarga. Allah berfirman :
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu”. (Al-Ahzab :33)
Jika kita renungkan keadaan orang-orang yang tidak memiliki rumah, yakni orang-orang yang hidup di pengasingan, di emper-emper jalan serta para pengungsi yang terusir di perkemahan-perkemahan sementara, niscaya kita memahami benar nikmatnya ada di rumah.
Tentu kita akan terenyuh dan haru mendengar orang misalnya dia mengatakan : “Saya tidak punya tempat tinggal tetap, terkadang saya tidur di rumah si Fulan, terkadang di kedai kopi, kebun atau di pantai, lemari bajuku ada di dalam mobil.”Dengan demikian kitapun akan memahami makna keberserakan karena tidak memiliki tempat tinggal atau rumah.
Ketika Allah menyiksa orang-orang Yahudi Bani Nadhir, Allah mengambil dari mereka nikmat rumah ini, Allah mengusir mereka dari kampung halaman mereka. Allah berfirman :
“Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung-kampung pada saat pengusiran pertama kali.”(Al-Hasyr:2)
Kemudian firmanNya :
“Mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan”. (Al-Hasyr : 2)
Yang Mendorong Seorang Muslim Memperhatikan ISHLAH (Perbaikan) Rumahnya
1. Menjaga diri dan keluarga dari api Neraka jahannam dan selamat dari siksa yang menyala-nyala.
Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.(At-Tahrim : 6)
2. Besarnya tanggung jawab yang dibebankan terhadap pemimpin rumah di hadapan Allah pada hari perhitungan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah Ta’ala akan meminta pertanggung jawaban kepada setiap pemimpin atas apa yang dipimpinnya, apakah ia menjaga kepemimpinannya atau melalaikannya, sehingga seorang laki-laki ditanya tentang anggota keluarganya”.
(Hadits Hasan, diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam Isyratun Nisaa’, hadits no 292 dan Ibnu Hibban dari Anas dalam Shahihul Jami’ , no.1775; As-Silsilah Ash- Shahihah no.1636.)
Rumah adalah tempat menjaga diri dan keselamatan dari berbagai kejahatan dan menolak dari bahaya manusia lain; rumah adalah tempat perlindungan ketika terjadi fitnah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Beruntunglah orang yang menguasai lisannya dan lapang rumahnya serta menangis atas kesalahannya.”
(Hadits Hasan, diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Ausath dari Tsauban dan terdapat dalam Shahihul Jami’, no.3824.)
Dan beliau bersabda :
“Lima hal yang barangsiapa mengerjakan salah satu daripadanya maka ia akan mendapat jaminan dari Allah. Yaitu : orang yang menjenguk orang sakit, orang yang pergi berperang, atau orang yang masuk kepada pemimpinnya dengan maksud menegurnya atau mengingatkannya, atau ia duduk di rumahnya sehingga orang-orang selamat dari (ganggguan)nya dan ia selamat dari (gangguan) mereka.
(Hadits riwayat Ahmad (5/241))
“Keselamatan seseorang dalam fitnah yaitu ia senantiasa mendiami rumahnya.”
(Hadits Hasan, diriwayatkan oleh Ad-Dailami dalam Musnadul Firdaus dari Abu Musa; terdapat dalam Shahihul jami’ no.3543, dan lafazh dalam Sunan oleh Ibnu Abi ‘Ashim, no.1021. Dalam takhrij ia mengatakan : “Hadits ini shahih “. )
Orang muslim akan merasakan faedah ini ketika ia dalam keadaan terasing, saat ia tidak bisa mengubah kemungkaran-kemungkaran yang ada, maka dia memiliki tempat berlindung ketika kembali ke rumahnya. Rumah itu akan menjaga dirinya dari perbuatan dan pandangan yang dilarang, menjaga isterinya dari tabarruj (pamer kecantikan dan hiasan) serta menjaga anak-anaknya dari teman-teman yang jahat.
3. Sesungguhnya sebagian besar manusia menggunakan waktunya di dalam rumah, terutama pada musim panas dan dingin yang menyengat, pada musim hujan, permulaan dan akhir siang, ketika selesai dari kerja atau sekolah, karena waktu-waktu tersebut semestinya digunakan dalam ketaatan, jika tidak tentu akan habis untuk melakukan hal-hal yang dilarang.
4. Ini yang terpenting, bahwa perhatian terhadap rumah merupakan sarana yang paling besar untuk membangun masyarakat muslim. Karena sebuah masyarakat ini terdiri dari rumah-rumah. Rumah-rumah adalah unsur dasar suatu masyarakat. Rumah-rumah itu membentuk suatu perkampungan dan perkampungan-perkampungan itu adalah masyarakat.
Jika unsur dasarnya baik, niscaya akan kuatlah masyarakat kita dengan hukum-hukum Allah, tegar dalam menghadapi musuh-musuh Allah, memancarkan kebaikan dan tidak menimbulkan kejahatan.
Dari sebuah rumah yang Islami akan lahir penopang-penopang perbaikan bagi masyarakat, berupa da’i-da’i teladan, penuntut ilmu, mujahid yang sesungguhnya, isteri shalihah, ibu pendidik dari unsur pembangun kebaikan lainnya.
Jika sedemikian penting problem tersebut, sementara rumah-rumah kita penuh dengan kemungkaran dan kelalaian, meremehkan dan melampaui batas, maka dari sini timbul tanda tanya besar
APA SARANA-SARANA UNTUK MEMPERBAIKI RUMAH?
Kepada para pembaca, penulis suguhkan jawabannya, nasehat-nasehat dalam persoalan ini, mudah-mudahan Allah memberi manfaat kepada kita dengannya, dan mudah-mudahan Allah mengarahkan semangat putra-putri Islam untuk membawa risalah (tugas) perbaikan rumah Islami dari awal.
Nasehat ini dimaksudkan untuk dua hal, mendapatkan maslahat (kebaikan) yakni dengan amar ma’ruf atau mencegah kerusakan yakni menghilangkan kemungkaran.
Semoga bermanfaat.
MEMBANGUN RUMAH TANGGA
Nasehat (1): Memilih Istri yang Tepat
Allah berfirman:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (kawin) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui.” (An-Nur: 32).
Hendaknya seseorang memilih isteri shalihah dengan syarat-syarat sebagai berikut:
“Wanita itu dinikahi karena empat hal: hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka hendaknya engkau utamakan wanita yang memiliki agama, (jika tidak) niscaya kedua tanganmu akan berdebu (miskin, merana)”.
(Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 9/132.)
“Dunia semuanya adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita shalihah”.
(Hadits riwayat Muslim (1468), cet. Abdul Baqi; dan riwayat An-Nasa’i dari Ibnu Amr, Shahihul Jami’, hadits no.3407)
“Hendaklah salah seorang dari kamu memiliki hati yang bersyukur, lisan yang selalu dzikir dan isteri beriman yang menolongnya dalam persoalan akhirat”.
(Hadits riwayat Ahmad (5/282), At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Tsauban, Shahihul Jami’, hadits no. 5231)
Dalam riwayat lain disebutkan :
“Dan isteri shalihah yang menolongmu atas persoalan dunia dan agamamu adalah sebaik-baik (harta) yang disimpan manusia”.
(Hadits riwayat Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab dari Abu Umamah. Lihat Shahihul Jami’, hadits no. 4285)
“Kawinilah perempuan yang penuh cinta dan yang subur peranakannya. Sesungguhnya aku membanggakan dengan banyaknya jumlah kalian di antara para nabi pada hari Kiamat.”
(Hadits riwayat Imam Ahmad (3/245), dari Anas. Dikatakan dalam Irwa ‘ul Ghalil, “Hadits ini shahih”, 6/195)
“(Nikahilah) gadis-gadis, sesungguhnya mereka lebih banyak keturunannya, lebih manis tutur katanya dan lebih menerima dengan sedikit (qana’ah)”.
(Hadits riwayat lbnu Majah, No. 1861 dan alam As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits No. 623)
Dalam riwayat lain disebutkan : “Lebih sedikit tipu dayanya”.
Sebagaimana wanita shalihah adalah salah satu dari empat sebab kebahagiaan maka sebaliknya wanita yang tidak shalihah adalah salah satu dari empat penyebab sengsara. Seperti tersebut dalam hadits shahih:
“Dan di antara kebahagiaan adalah wanita shalihah, engkau memandangnya lalu engkau kagum dengannya, dan engkau pergi daripadanya tetapi engkau merasa aman dengan dirinya dan hartamu. Dan di antara kesengsaraan adalah wanita yang apabila engkau memandangnya engkau merasa enggan, lalu dia mengungkapkan kata-kata kotor kepadamu, dan jika engkau pergi daripadanya engkau tidak merasa aman atas dirinya dan hartamu”
(Hadits riwayat Ibnu Hibban dan lainnya, dalam As-Silsilah Ash- Shahihah, hadits no. 282)
Sebaliknya, perlu memperhatikan dengan seksama keadaan orang yang meminang wanita muslimah tersebut, baru mengabulkannya setelah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
“Jika datang kepadamu seseorang yang engkau rela terhadap akhlak dan agamanya maka nikahkanlah, jika tidak kamu lakukan niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar”.
(Hadits riwayat Ibnu Majah 1967, dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, hadits no. 1022)
Hal-hal di atas perlu dilakukan dengan misalnya bertanya, melakukan penelitian, mencari informasi dan sumber-sumber berita terpercaya agar tidak merusak dan menghancurkan rumah tangga yang bersangkutan.”
Laki-laki shalih dengan wanita shalihah akan mampu membangun rumah tangga yang baik, sebab negeri yang baik akan keluar tanamannya dengan izin Tuhannya, sedang negeri yang buruk tidak akan keluar tanaman daripadanya kecuali dengan susah payah.
Nasehat (2): Upaya Membentuk (Memperbaiki) Isteri.
Apabila isteri adalah wanita shalihah maka inilah kenikmatan serta anugerah besar dari Allah Ta’ala. Jika tidak demikian, maka kewajiban kepala rumah tangga adalah mengupayakan perbaikan.
Hal itu bisa terjadi karena beberapa keadaan. Misalnya, sejak semula ia memang menikah dengan wanita yang sama sekali tidak memiliki agama, karena laki-laki tersebut dulunya, memang tidak memperdulikan persoalan agama. Atau ia menikahi wanita tersebut dengan harapan kelak ia bisa memperbaikinya, atau karena tekanan keluarganya.
Dalam keadaan seperti ini ia harus benar-benar berusaha sepenuhnya sehingga bisa melakukan perbaikan.
Suami juga harus memahami dan menghayati benar, bahwa persoalan hidayah (petunjuk) adalah hak Allah. Allah-lah yang memperbaiki. Dan di antara karunia Allah atas hambaNya Zakaria adalah sebagaimana difirmankan:
“Dan Kami perbaiki isterinya”. (Al-Anbiya’: 90).
Perbaikan itu baik berupa perbaikan fisik maupun agama. Ibnu Abbas berkata: “Dahulunya, isteri Nabi Zakaria adalah mandul, tidak bisa melahirkan maka Allah menjadikannya bisa melahirkan”. Atha’ berkata: Sebelumnya, ia adalah panjang lidah, kemudian Allah memperbaikinya”.
Beberapa Metode Memperbaiki Isteri:
1. Memperhatikan dan meluruskan berbagai macam ibadahnya kepada Allah Ta’ala. Kupasan dalam masalah ini ada dalam pembahasan berikutnya.
2. Upaya meningkatkan keimanannya, misalnya:
a. Menganjurkannya bangun malam untuk shalat tahajjud
b. Membaca Al Qur’anul Karim.
c. Menghafalkan dzikir dan do’a pada waktu dan kesempatan tertentu.
d. Menganjurkannya melakukan banyak sedekah.
e. Membaca buku-buku Islami yang bermanfaat.
f. Mendengar rekaman kaset yang bermanfaat, baik dalam soal keimanan maupun ilmiah dan terus mengupayakan tambahan koleksi kaset yang sejenis.
g. Memilihkan teman-teman wanita shalihah baginya sehingga bisa menjalin ukhuwah yang kuat, saling bertukar pikiran dalam masalah-masalah agama serta saling mengunjungi untuk tujuan yang baik.
h. Menjauhkannya dari segala keburukan dan pintu-pintunya.
ASPEK KEIMANAN DI RUMAH
Nasehat (3): Jadikanlah Rumah sebagai Tempat Dzikrullah (Mengingat Allah).
Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda:
“Perumpamaan rumah yang di dalamnya ada dzikrullah, dan rumah yang tidak ada dzikrullah di dalamnya adalah (laksana) perumpamaan antara yang hidup dengan yang mati”.
(Hadits riwayat Muslim dan Abu Musa 1/539, cet. Abdul Baqi)
Karena itu rumah harus dijadikan sebagai tempat untuk melakukan berbagai macam dzikir, baik itu dzikir dalam hati maupun dengan lisan, shalat, atau membaca shalawat dan Al-Qur’an, atau mempelajari ilmu-ilmu agama, atau membaca buku-buku lain yang bermanfaat.
Saat ini betapa banyak rumah-rumah umat Islam yang mati karena tidak ada dzikrullah di dalamnya, sebagaimana disebutkan oleh hadits di atas. Dan apatah lagi manakala yang menjadi dendangan di dalam rumah itu adalah syair-syair dan lagu-lagu setan, menggunjing, berdusta dan mengadu domba?
Apatah lagi jika rumah-rumah itu penuh dengan kemaksiatan dari kemungkaran, seperti ikhtilath (campur baur dengan lawan jenis) yang diharamkan, tabarruj (pamer kecantikan dan perhiasan) di antara kerabat yang bukan mahram atau kepada tetangga yang masuk ke rumah?
Bagaimana mungkin malaikat akan masuk ke dalam rumah dengan keadaan seperti itu? Karena itu hidupkanlah rumahmu dengan dzikrullah! Mudah-mudahan Allah merahmatimu.
Nasehat (4): Jadikan Rumahmu sebagai Kiblat.
Maksudnya, menjadikan rumah sebagai tempat beribadah.
Allah berfirman:
“Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: “Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu sebagai kiblat dan dirikanlah shalat serta gembirakanlah orang-orang yang beriman”. (Yunus: 87).
Ibnu Abbas berkata: “Maksud disuruh menjadikan rumah-rumah mereka sebagai kiblat yaitu mereka diperintahkan menjadikan rumah-rumah itu sebagai masjid-masjid (tempat beribadah)”.
Ibnu Katsir berkata: “Hal ini seakan-akan – Wallahu a’lam – ketika siksaan dan tekanan Fir’aun beserta kaumnya semakin menjadi-jadi atas mereka, maka mereka disuruh untuk memperbanyak shalat sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu”.(Al-Baqarah: 153).
Dalam hadits:
“Apabila Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam menghadapi suatu kesulitan, maka beliau melakukan shalat”. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/224).
Hal ini menegaskan betapa pentingnya ibadah di dalam rumah-rumah,terutama dalam waktu-waktu lemah dan tertindas, demikian pula dalam beberapa kesempatan manakala umat Islam tidak mampu menampakkan shalat mereka di hadapan orang-orang kafir. Dalam hal ini kita juga perlu mengenang kembali mihrab Maryam, yakni tempat peribadatan beliau, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:
“Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di Mihrab ia dapati makanan di sisinya”. (Ali lmran : 37)
Para sahabat juga amat memperhatikan masalah shalat di dalam rumah mereka selain shalat fardhu. Sebuah kisah di bawah ini menarik sebagai pelajaran bagi kita :
“Dari Mahmud bin Ar-Rabi’ Al-Anshari, bahwasanya Itban bin Malik – dia adalah salah seorang Sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam yang ikut serta dalam perang Badar, dari kaum Anshar – ia datang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam lalu berkata: “Wahai Rasulullah!, pandanganku telah menipu tapi aku tetap shalat bersama kaumku, apabila turun hujan, mengalirlah air di lembah (yang memisahkan) antara aku dengan mereka sehingga aku (tak) bisa datang ke masjid mereka dan shalat bersama-sama, aku sangat ingin wahai Rasulullah, jika engkau datang kepadaku dan shalat di dalam rumahku sehingga aku menjadikannya sebagai mushalla (tempat shalat)”. Ia berkata: “Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda kepadanya: “Akan aku lakukan Insya Allah”.” Itban berkata: “Maka berangkatlah Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam dan Abu Bakar ketika siang (nampak) meninggi, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam meminta izin, lalu aku mengizinkan kepada beliau, beliau tidak duduk sebelum masuk ke dalam rumah lalu beliau berkata: “Di bagian mana engkau suka aku melakukan shalat dari rumahmu?” . “Ia berkata: “Maka aku tunjukkan kepada beliau suatu arah dari rumahku, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam berdiri kemudian bertakbir, lalu kami semua berdiri membentuk barisan, dan Nabi Shallallahu alaihi wasalam shalat dua rakaat kemudian salam”.
Dalam memetik pelajaran dari hadits di atas, Ibnu Hajar berkata: “Di situ merupakan pelajaran, agar kita menggunakan tempat tertentu untuk melakukan shalat dalam rumah. Adapun larangan untuk menjadikan tempat tertentu dalam masjid adalah hadits Abu Daud, dan itu jika ia lakukan untuk riya’ atau yang sejenisnya. Menjadikan tempat tertentu dalam rumah untuk shalat bukan berarti menjadikan tempat tersebut sebagai wakaf – tidak berlaku padanya hukum wakaf – meski secara umum dikategorikan dengan nama masjid.
Nasehat (5): Pendidikan Keimanan untuk Anggota Keluarga.
Dari Aisyah radhiallahu anha ia berkata:
Suatu ketika Rasullah Shallallahu alaihi wasalam, mengerjakan shalat malam, ketika akan witir beliau mengatakan: “Bangunlah, dan dirikanlah shalat witir wahai Aisyah!”.
“Allah mengasihi laki-laki yang bangun malam kemudian shalat lalu membangunkan isterinya sehingga shalat, jika tidak mau ia memerciki wajahnya dengan air”.
(Hadits riwayat Muslim, Shahih Muslim bi Syarh An-Nawawi, 6/23)
Membiasakan dan menganjurkan para isteri dengan sedekah adalah sesuatu yang bisa menambah iman, ia adalah perkara agung yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam dengan sabdanya:
“Wahai segenap wanita, bersedekahlah kalian. Sesungguhnya aku melihat bahwa kalian adalah sebanyak-banyak penduduk Neraka”.
(Hadits riwayat Ahmad dan Abu Daud; Shahihul jami’ , hadits no.3488)
Di antara ide yang bagus adalah dengan meletakkan kotak amal di dalam rumah untuk orang-orang miskin, sehingga setiap uang yang masuk di dalamnya menjadi hak bagi orang-orang yang membutuhkannya, karena itulah tempat dana mereka di dalam rumah orang muslim. Jika anggota keluarga melihat seorang panutan yang membiasakan puasa pada ayyaamul biidh (pertengahan setiap bulan Qamariyah, yaitu tanggal 13, 14, 15), hari Senin dan Kamis, hari Asyura, hari Arafah, pada banyak hari di bulan Muharram dan Sya’ban, niscaya akan mendorong anggota keluarga yang lain untuk mengikutinya.
Nasehat (6): Perhatian pada Do’a-do’a yang disyari’atkan dan Sunnah-sunnah yang Berkaitan dengan Rumah.
Di antara contohnya yaitu:
Do’a masuk rumah:
Imam Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jika seorang laki-laki masuk ke dalam rumahnya kemudian menyebut nama Allah Ta’ala ketika dia masuk dan ketika makan, setan berkata: “Kamu tidak punya (jatah) tempat tidur dan tidak pula (jatah) makan di sini”. Dan jika ia masuk dan tidak menyebut nama Allah ketika ia masuk, maka setan berkata: “Kamu mendapatkan (jatah) tempat tidur”. Dan jika tidak menyebut nama Allah ketika makan, setan berkata: “Kamu mendapat (jatah) tempat tidur dan makan”.”
(Hadits riwayat Imam Ahmad, Al-Musnad, 3/346 dan Muslim, 3/1599)
Do’a keluar rumah:
Dalam Sunan, Abu Daud meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jika seorang laki-laki keluar dari rumahnya kemudian mengatakan: “Dengan Nama Allah, aku bertawakkal (menggantungkan diri) kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah”, niscaya akan dikatakan kepadanya: “Cukuplah bagimu, engkau telah diberi petunjuk, engkau telah dicukupi dan dijaga “, sehingga setan menyingkir daripadanya. Lalu setan lain berkata kepadanya: “Bagaimana kamu dapat (menggoda) laki-laki yang telah ditunjuki, dicukupi dan dijaga?”.”
(Hadits riwayat Abu Daud no. 5095, At-Tirmidzi No. 3426. Dalam Shahihul Jami’, hadits no. 499.)
Siwak:
Dalam Shahihnya, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiyallah ‘anha, bahwasanya ia berkata:
“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika masuk rumahnya beliau memulai dengan siwak”.
(Shahih Muslim, kitab Ath-Thaharah, bab 15, no. 44.)
Nasehat (7):Rutin Membaca Surat Al-Baqarah di Rumah untuk Mengusir Setan.
Hadits-hadits dalam hal ini di antaranya:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan! Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat Al-Baqarah”.
(Shahih Muslim, cet.Abdul Baqi, 1/539)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Bacalah surat Al-Baqarah di rumah-rumah kalian, karena sesungguhnya setan itu tidak masuk ke dalam rumah yang dibaca di dalamnya surat Al-Baqarah”.
(Hadits riwayat Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak, 1/561; dan dalam Shahihul Jami ‘, hadits no.1170)
Tentang keutamaan dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah serta pengaruh membacanya bagi rumah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menulis suatu kitab sebelum Ia menciptakan langit dan bumi sekitar 2000 tahun, Ia berada di atas Arsy, dan menurunkan dua ayat penutup (terakhir) dari surat Al-Baqarah. Dan tidaklah setan mendekat rumah yang dibacakan di dalamnya kedua ayat tersebut selama tiga malam”.
(Hadits riwayat Imam Ahmad di dalam As-Sunnah 4/274 dan selainnya; dalam Shahihul Jami’ hadits no. 1799)
ILMU AGAMA DI RUMAH
Nasehat (8): Pengajaran Anggota Keluarga
Mengajar adalah kewajiban yang mesti dilakukan oleh pemimpin keluarga, sebagai realisasi dari perintah Allah Ta’ala:
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu”.(At-Tahrim : 6)
Ayat di atas merupakan dasar pengajaran dan pendidikan anggota keluarga, memerintah mereka dengan kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran.
Di bawah ini beberapa komentar ahli tafsir tentang ayat tersebut, yakni berkaitan dengan kewajiban yang dibebankan atas pemimpin keluarga.
Qatadah berkata: “Dia hendaknya memerintah mereka berbuat taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala serta mencegah mereka dari maksiat kepadaNya, hendaknya menjaga mereka untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah dan membantu mereka di dalamnya. Maka apabila kamu melihat kemaksiatan, hendaknya engkau menjauhkan mereka daripadanya dan memperingatkan untuk tidak melakukannya”.
Adh-Dhahhak dan Muqatil berkata: “Merupakan kewajiban setiap muslim, mengajarkan keluarganya dari kerabat dan hamba sahayanya akan apa yang diwajibkan oleh Allah atas mereka dan apa yang dilarangNya”.
Ali radhiyallah ‘anhu berkata: “Ajari dan didiklah mereka”.
Al-Kiya At-Thabari berkata: “Kita hendaknya mengajari anak-anak dan keluarga kita masalah agama dan kebaikan, serta apa-apa yang penting dan dibutuhkan dalam persoalan adab dan akhlak”.
Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menganjurkan kita mengajari wanita-wanita hamba sahaya yakni bukan orang-orang merdeka, maka apatah lagi halnya dengan anak-anakmu dan keluargamu yang merdeka?”
Imam Bukhari dalam Shahihnya, Bab Pengajaran Laki-laki terhadap Hamba Sahaya Perempuan dan Keluarganya, menulis hadits:
“Tiga orang yang mendapat dua pahala: … dan seorang laki-laki yang memiliki hamba sahaya perempuan lalu ia mendidiknya dengan baik, mengajarinya dengan baik, kemudian ia memerdekakannya lalu menikahinya maka baginya dua pahala.”
Dalam penjelasan hadits di atas, Ibnu Hajar mengatakan: “Kesesuaian hadits dengan tarjamah – maksudnya judul bab – dalam masalah hamba sahaya perempuan adalah dengan nash, dan dalam masalah keluarga dengan qiyas, sebab perhatian dengan keluarga yang merdeka dalam soal pengajaran kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh Allah dan sunnah-sunnah RasulNya adalah sesuatu yang harus dan pasti daripada perhatian kepada hamba sahaya perempuan”.
Karena adanya kesibukan dan tugas serta ikatan lainnya, seseorang terkadang melalaikan untuk meluangkan waktu bagi dirinya sehingga bisa mengajari keluarganya. Diantara jalan pemecahan dalam persoalan ini yaitu hendaknya ia mengkhususkan satu hari dalam seminggu sebagai waktu untuk keluarga, bahkan mungkin juga dengan melibatkan kerabat lain untuk menyelenggarakan majlis ilmu di dalam rumah. Ia hendaknya mengumumkan hari tersebut kepada segenap anggota keluarga dan menganjurkan agar menepati dan datang pada hari yang ditentukan tersebut, bahkan akan lebih efektif dengan menggunakan kata-kata wajib datang, baik kepada dirinya maupun kepada anggota keluarga yang lain.
Berikut ini adalah apa yang terjadi pada diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini.
Imam Bukhari berkata: “Bab: Apakah bagi Wanita Disediakan Hari Khusus untuk Ilmu?” Lalu menyitir hadits Abu Said AI-Khudri radhiyallah ‘anhu :
“Para wanita berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Kami telah dikalahkan kaum laki-laki dalam berkhidmat kepadamu. Karena itu buatlah untuk kami suatu hari dari dirimu”, lalu Rasulullah menjanjikan mereka suatu hari untuk bertemu dengan mereka, maka Rasulullah menasehati dan memerintah mereka”.
Ibnu Hajar berkata: “Dalam riwayat Sahl bin Abi Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah mirip dengan kisah ini, ia berkata; “Perjanjian kalian di rumah Fulanah, maka Rasulullah mendatangi mereka dan memberi ceramah kepada mereka”.
Dari hadits di atas kita bisa mengambil kesimpulan akan pentingnya pengajaran para wanita di rumah-rumah, dan mengingatkan pula betapa besar perhatian para sahabat wanita dalam masalah belajar, juga menunjukkan bahwa mengkonsentrasikan semangat mengajar hanya kepada laki-laki dengan meninggalkan kaum perempuan adalah kelalaian besar bagi para da’i dan pemimpin rumah tangga.
Sebagian pembaca mungkin berkata, misalnya, kita telah meluangkan waktu sehari dalam seminggu dan hal itu telah kita kabarkan kepada anggota keluarga, lalu apa yang akan kita berikan dalam pertemuan (majlis) tersebut? Dan bagaimana pula memulainya?
Sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut, Penulis mencoba memberikan ide dalam hal ini sehingga menjadi manhaj (program) sederhana untuk mengajar anggota keluarga secara umum dan bagi kaum wanita secara khusus.
1. Tafsir Al-Allamah Ibnu Sa’di, yaitu Tafsir Taisirul Karim Ar-Rahman fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan. Terdiri dari tujuh jilid, sajian dan bahasannya mudah. Tafsir ini bisa ditelaah dan dibaca per surat atau semampunya dalam tiap kali pertemuan.
2. Riyaadhus Shaalihiin dengan komentar dan keterangan serta pelajaran yang bisa diambil dari tiap hadits. Dalam hal ini bisa merujuk pada kitab Nuzhatul Muttaqiin.
3. Husnul Uswah Bimaa Tsabata Anillaahi Waraasuulihi Fin Niswah, karya Shiddiq Hasan Khan.
Juga penting untuk diajarkan kepada wanita beberapa persoalan hukum Fiqh, misalnya hukum bersuci, haid, hukum shalat dan zakat, puasa dan haji, jika mereka telah bisa melakukannya. Demikian pula hukum makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, sunnah-sunnah fithrah dan para mahram, hukum lagu, gambar dan sebagainya.
Diantara rujukan-rujukan penting dalam masalah-masalah tersebut yaitu fatwa-fatwa para ulama seperti Kumpulan Fatwa-fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dan ulama lain selain mereka, baik itu berupa buku maupun rekaman kaset.
Termasuk dalam kategori jadwal pengajaran wanita dan keluarga adalah dengan mengingatkan mereka untuk mengikuti berbagai ceramah umum yang disampaikan oleh para ulama, atau penuntut ilmu yang terpercaya di bidangnya, jika hal itu memungkinkan. Hal ini untuk lebih banyak memberikan referensi dan sumber pengajaran, juga untuk variasi. Selain itu, jangan pula dilupakan masalah mendengarkan siaran bacaan Al-Qur’anul Karim serta menaruh perhatian kepadanya. Termasuk dalam rangka penyediaan sarana pengajaran adalah mengingatkan anggota keluarga pada hari-hari tertentu agar para wanitanya menghadiri pameran buku-buku Islami, tetapi dengan memperhatikan syarat-syarat bepergian yang telah diatur agama.
Nasehat (9): Buatlah Perpustakaan di Rumahmu.
Diantara yang membantu proses pengajaran bagi keluarga adalah pemberian kesempatan belajar agama dan menolong mereka untuk mentaati hukum-hukum syari’at dengan membuat perpustakaan Islami di rumah, tidak harus besar, tetapi yang penting bisa menyeleksi buku-buku penting, menempatkannya di tempat yang gampang diambil, dan menganjurkan anggota keluarga untuk membacanya.
Hendaknya di ruang dalam disediakan kamar yang bersih dan tertib, cocok untuk meletakkan buku-buku, di kamar tidur, juga di ruang tamu, sehingga memberi kesempatan kepada anggota keluarga membaca buku dengan teratur.
Diantara perpustakaan yang baik dan efisien – dan sungguh Allah menyukai yang baik dan efisien – adalah hendaknya perpustakaan itu memuat sumber-sumber yang daripadanya bisa dicari pembahasan dan pemecahan berbagai persoalan, bermanfaat untuk anak-anak di sekolah, dan hendaknya pula memuat buku-buku untuk tingkatan yang beragam, juga buku-buku yang cocok untuk orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan perempuan.
Jika mampu, bisa pula disediakan buku-buku khusus hadiah bagi tamu dan kawan anak-anak serta pengunjung keluarga, dengan memperhatikan soal cetakan yang menarik, buku yang telah diteliti dan diedit, serta hadits-haditsnya telah diperiksa dan diterangkan secara jelas.
Untuk mendirikan perpustakaan rumah, bila perlu dengan memanfaatkan pameran buku-buku setelah meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada orang yang ahli di bidang perbukuan.
Diantara yang membantu memudahkan mencari buku-buku yaitu dengan menertibkan buku-buku sesuai judulnya. Misalnya buku tafsir di rak tersendiri, demikian pula hadits, fiqh dan seterusnya.
Salah seorang anggota keluarga hendaknya ada yang menata daftar buku sesuai dengan abjad dan judul, sehingga akan memudahkan pencarian buku, sebab terkadang banyak orang yang senang membaca buku-buku keislaman menanyakan nama-nama buku tersebut pada perpustakaan rumah.
Di bawah ini ada beberapa usulan dalam masalah buku-buku penting bagi perpustakaan rumah:
Tafsir: Tafsir lbnu Katsir, Tafsir lbnu Sa’di, Zubdatut Tafsir karya Al-Asyqar, Ushulut Tafsir karya Ibnu Utsaimin, dan Lamahaat fii Uluumil Qur’an karya Muhammad Ash-Shabbagh.
Hadits: Shahihul Kalimith Thayyib, Amalul Muslimi fil Yaum wal Lailah, Riyadhush Shalihin dan keterangannya, Nuzhatul Muttaqin, Mukhtashar Shahih Al-Bukhari karya Zubaidi, Mukhtashar Shahih Muslim karya Mundziri dan Al-Albani, Shahihul Jami’ Ash-Shaghier, Dha’iful Jami’ Ash-Shaghier, Shahihut Targhib wat Tarhib, As-Sunnah wa Makaanatuha fit Tasyrii’, Qawa’id wa Fawa’id Minal Arba’in An-Nawawiyyah karya Nazhim Sulthan.
Aqidah: Fathul Majid Syarhu KitabAt-Tauhid dengan tahqiq Arna’uth, A’laamus Sunnah Al-Mansyurah karya Al Hakamy,Ma’arijul Qabuul karya Al—Hakamy, Syarhul Aqidah Ath-Thahawiyah dengan tahqiq Al-Albani, Silsilatul Aqidah karya Umar Sulaiman Al-Asyqar (8 ]uz), Asyraatus Saa’ah karya Dr.Yusuf Al-Wabil.
Fiqh: Manaarus Sabil karya Ibnu Dhauyan, Irwaa’ul Ghalil karya Al-Albani, Zaadul Ma’aad, Al-Mughni karya lbnu Qudamah, Fiqhus Sunnah, Al-Mulakhkhashul Fiqhi karya Shalih Fauzan, Majmu’atu Fataawa Al-Ulama (Abdul Aziz bin Baaz, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Abdullah bin Jibrin), Shifatu Shalatin Nabi karya Al-Albani dan Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Mukhtashar Ahkamil Jana’iz karya Al-Albani.
Akhlaq dan Penyucian Jiwa: Tahdzibu Madarijis Salikin, Al-Fawa’id, Al-Jawabul Kaafi, Thariqul Hijratain Wa Baabus Sa’adatain, Al-Wabilush Shayyib Wa Rafi’ul Kalimith Thayyib karya Ibnul Qayyim, Lathaa’iful Ma’aarif karya lbnu Rajab, Tahdzibu Mau’idhatil Mukminin, Ghidza’ul Albab.
Sejarah dan Biografi: Al-Bidayah Wan Nihayah karya Ibnu Katsir, Mukhtashar Asy-Syamaa’il Al Muhammadiyyah karya At-Turmudzi, Ar-Rahiiqul Makhtum, Al- ‘Awaashim minal Qawaashim karya Ibnul Arabi tahqiq Al-Khatib dan Al-Istanbuli, Al-Mujtama’ Al- Madani (1-2) karya Akram Al-Umari, Siyaru A’laamin Nubala’, Manhaju Kitaabit Tarikh Al-lslami karya Muhammad bin Shamil As-Salami.
Di samping itu, masih banyak lagi kitab-kitab di bidang lain. Misalnya kitab-kitab karya Imam Mujaddid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, kitab-kitab karya Al-Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Juga kitab-kitab Umar bin Sulaiman Al-Asyqar, Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Ismail Al-Muqaddam, Ustadz Muhammad Muhammad Husein, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Ustadz Husain Uwaisyah dalam Raqa’iq, Kitabul Iman karya Muhammad Na’im Yasin, Al-Wala’ wal Bara’ karya Syaikh Muhammad Said Al-Qahthani, Al-Inhiraafaat Al-Aqadiyah fil Qarnain Ats-Tsani Asyar wats Tsalits Asyar karya Ali Az-Zahrani, Al-Muslimun Wa Dhahiratul Hazimah An-Nafsiyah karya Abdullah Asy-Syabanah, Al-Mar’ah Bainal Fiqhi Wal Qaanun karya Musthafa As-Siba’i, Al-UsratuI Muslimah Amamal Fiidiyu Wal Tilifiziyun karya Marwan Kack, Al-Mar’atul Muslimah I’daaduha Wa Mas’uuliyatuha karya Ahmad Ababathin, Mas’uuliyatul Ab Al-Muslim fii Tarbiyati Waladihi karya Adnan Baharits, Hijaabul Muslimah karya Ahmad Al-Barazi, Wajaa ‘a Daurul Majuus karya Abdullah Muhammad Al-Gharib, juga buku-buku karya Syaikh Bakar Abu Zaid dan Ustadz Masyhur Hasan Salman.
Selain itu masih banyak lagi buku-buku yang bermanfaat. Apa yang kami sebutkan di atas hanyalah sebagai contoh, tidak berarti kami membatasi. Di samping itu, saat ini telah pula merebak kecenderungan buku-buku kecil dan praktis yang banyak bermanfaat. Kalau kita catat di sini, tentu tak memungkinkan, karena itu masing-masing hendaknya meminta pendapat orang ahli dan teliti dalam menyeleksinya. Dan sungguh, barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan, niscaya Ia akan pahamkan orang tersebut dalam masalah agama.
Nasehat (10): Perpustakaan Kaset di Rumah.
Tape Recorder di dalam rumah bisa berfungsi baik atau jelek. Bagaimana menjadikan penggunaannya diridhai oleh Allah ?
Diantara sarana untuk itu adalah menjadikan koleksi kaset yang ada di dalam rumah merupakan kaset-kaset Islami dan baik. Yakni rekaman dari para ulama, pembaca Al-Qur’an (qari’ ), penceramah, pemberi nasehat, khatib dll.
Sungguh, mendengarkan kaset bacaan Al-Qur’an yang khusyu’ dari suara sebagian imam shalat tarawih misalnya, memiliki pengaruh besar bagi keluarga di rumah. Baik itu pengaruh dari makna yang terkandung di dalam Al-Qur’an maupun pengaruh terhadap hafalan mereka, karena senantiasa memperdengarkannya kembali, juga pengaruh segi penjagaannya dari pendengaran setan seperti lagu-lagu, sebab telinga dan hati tidak cocok untuk bercampur di dalamnya kalamullah dan lagu-lagu setan.
Betapa banyak kaset-kaset fatwa yang memberikan pengaruh dalam pemahaman fiqh anggota keluarga dalam berbagai persoalan yang mereka hadapi sehari-hari dalam kehidupan mereka. Di antara yang digagaskan dalam masalah ini yaitu mendengarkan fatwa-fatwa rekaman dari para ulama seperti fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani,, Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Syaikh Shalih Al-Fauzan dan lain-lain dari ulama yang terpercaya keilmuan dan agamanya.
Umat Islam hendaknya memperhatikan dari mana ia mengambil fatwa agama, karena ini adalah urusan agama. Karena itu, lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu. Kita hendaknya mengambil agama dari orang yang telah dikenal keshalihan dan takwa serta wara’nya, bersandar kepada hadits-hadits shahih dan tidak ta’ashub madzhab, berkata sesuai dengan dalil, konsisten dengan manhaj wasath (pertengahan), tidak terlalu ekstrim dan memberatkan, atau terlalu longgar dan mempermudah, dan dia adalah orang yang mengetahui (khabir) terhadap apa yang kita tanyakan.
Allah berfirman:
“(Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia”. (Al-Furqan: 59).
Mendengarkan penceramah yang berdakwah menyadarkan umat, menegakkan dalil dan kebenaran serta menolak kemungkaran adalah sesuatu yang amat penting dalam pembangunan pribadi di dalam rumah tangga muslim.
Alhamdulillah, kaset-kaset para ulama itu sangat banyak jumlahnya. Tetapi yang penting, setiap muslim harus mengetahui ciri-ciri manhaj (metode) yang benar bagi seorang penceramah sehingga kaset-kasetnya perlu didengarkan dan yang mendengarkan aman karenanya.
Di antara ciri-ciri itu adalah:
1. Penceramah itu harus berada diatas aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, setia kepada sunnah dan meninggalkan bid’ah.
2. Hendaknya ia bersandarkan pada hadits-hadits shahih dan menghindari hadits-hadits dha’if dan palsu.
3. Hendaknya ia jeli dan peka dengan kondisi sosial masyarakat serta apa yang mereka alami. Ia harus bisa meletakkan obat tepat pada penyakit. Menyampaikan kepada manusia apa yang bermanfaat dan sangat mereka butuhkan.
4. Hendaknya ia berani menyampaikan kebenaran sesuai dengan kemampuannya dan tidak berbicara dengan batil.
Kaset-kaset itu perlu diletakkan di laci dengan tertib sehingga gampang diambil, juga akan menjaga kaset tersebut dari hilang, rusak, atau dibuat mainan anak-anak. Kaset-kaset yang baik hendaknya kita usahakan untuk disebarkan melalui peminjaman atau menghadiahkannya untuk orang lain.
Dalam pemanfaatan tape recorder ini, adalah baik dengan meletakkan alat tersebut di dapur sehingga akan memberi manfaat kepada ibu rumah tangga, juga di kamar tidur untuk bisa memanfaatkan waktu hingga saat terakhir menjelang kita tidur.
Nasehat (11): Mengundang Orang-orang Shalih, Ulama, dan para Penuntut Ilmu ke Rumah.
Firman Allah Ta’ala :
“Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu-bapakku, orang-orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan”. (Nuh :28).
Sungguh masuknya orang-orang beriman dapat menambah cahaya bagi rumahmu. Di samping itu, mengadakan pembicaraan, bertanya dan berdiskusi dengan mereka akan mendatangkan banyak sekali manfaat.
Orang yang membawa kesturi mungkin akan memberikannya padamu, atau engkau membeli daripadanya, atau minimal engkau akan dapati daripadanya bau wangi semerbak.
Dengan kedatangan mereka, tentu ayah, saudara dan anak-anak ada yang ikut menyambutnya, sedang para wanita akan mendengarkannya dari balik hijab tentang apa yang mereka perbincangkan. Hal itu adalah pendidikan bagi semua.
Jika engkau memasukkan suatu kebaikan maka engkau telah menolak masuknya sesuatu yang jelek dan kehancuran.
Nasehat (12): Belajar Hukum-hukum Syari’at tentang Rumah.
Di antaranya:
Shalat di rumah.
Tentang shalat laki-laki, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sebaik-baik shalat laki-laki adalah di rumahnya, kecuali shalat wajib.”
Adapun shalat-shalat wajib tersebut maka wajib dilakukan di masjid, kecuali ada udzur. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Shalat tathawwu’ (sunnah) laki-laki di rumahnya melebihi (pahala) amalan tathawwu’ di hadapan manusia, sebagaimana keutamaan shalat seorang laki-laki secara berjama’ah dengan shalatnya sendirian”.
Adapun bagi wanita, semakin ke dalam tempat shalatnya dari bagian rumahnya maka semakin utama.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Sebaik-baik shalat kaum wanita yaitu di bagian paling dalam dari rumahnya”.
Agar orang lain tidak menjadi imam di rumahnya, dan tidak boleh duduk seseorang di tempat yang biasa diduduki oleh pemilik rumah kecuali dengan izinnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak boleh seorang laki-laki diimami di wilayah kekuasaannya, dan tidak diduduki atas kemuliannya (tempat duduknya) di rumahnya kecuali dengan izinnya”.
Maksudnya, tidak boleh maju untuk menjadi imam atas tuan rumah, meski sebetulnya orang lain lebih baik bacaannya daripadanya, atau orang yang memiliki kekuasaan seperti tuan rumah atau imam tetap masjid. Demikian pula seseorang tidak boleh duduk di tempat khusus tuan rumah baik itu kursi atau kasur kecuali dengan izinnya.
Izin
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu:”Kembali (sajalah)”, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (An-Nur: 27-28).
“Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya”. (Al-Baqarah: 189).
Boleh masuk ke dalam rumah kosong (yang tidak berpenghuni) dengan tanpa izin manakala orang yang masuk tersebut memiliki barang di dalamnya, misalnya rumah yang diperuntukkan bagi tamu.
“Tiada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan”. (An-Nur : 29).
Tidak mengapa makan di rumah kerabat dan rumah teman-teman serta di rumah orang lain yang kita memiliki kuncinya, jika mereka tidak membenci hal tersebut.
“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian…”. (An-Nur: 61).
Melarang anak-anak dan pembantu masuk ke dalam kamar tidur ibu bapak, tanpa izin, pada waktu-waktu istirahat (tidur).
Yaitu sebelum shalat subuh, waktu tidur siang, setelah shalat Isya’, karena ditakutkan pandangan mereka akan tertumbuk pada pemandangan yang tidak sesuai, jika melihat sesuatu tanpa sengaja pada selain waktu-waktu tersebut maka hal itu bisa ditolerir (dimaafkan). Sebab mereka adalah orang-orang yang bercampur di satu rumah dan melayani sehingga sulit untuk menghindari hal tersebut.
Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari), yaitu: sebelum shalat shubuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah shalat lsya’. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An-Nur 58).
Dilarang mengintip rumah orang lain, tanpa izin mereka.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa mengintip rumah kaum (orang) lain tanpa izin, kemudian mereka mencongkel matanya, maka baginya tidak ada diyat dan tidak pula qishash”.
Wanita yang ditalak tidak boleh keluar atau dikeluarkan dari rumahnya selama waktu iddah (menunggu) dengan memberikan infak kepadanya.
Allah berfirman: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah maka sesungguhnya dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru”. (Ath-Thalaq: 1).
Boleh bagi laki-laki memisahkan (meninggalkan) isteri yang durhaka di dalam atau di luar rumah, sesuai dengan maslahat menurut agama.
Adapun memisahkan diri dari isteri di dalam rumah, dalilnya firman Allah :
“Dan pisahkanlah diri dari di tempat tidur mereka”.(An-Nisa’: 34).
Adapun dasar memisahkan diri dari isteri di luar rumah adalah seperti yang terjadi pada diri Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam ,ketika beliau memisahkan diri dari isteri-isteri beliau di dalam kamar-kamar mereka, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam mengasingkan diri di luar rumah isteri-isteri beliau.
Tidak menginap di rumah sendirian.
“Dari Ibnu Umar radhiyallah ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyendiri, yakni seorang laki-laki menginap atau bepergian sendirian”.
Larangan itu disebabkan karena dengan sendirian ditakutkan akan terjadi sesuatu. Misalnya serangan musuh, pencuri, atau sakit. Adanya teman yang mendampinginya akan menolak keinginan musuh atau pencuri menyerangnya, juga akan membantunya jika dia jatuh sakit.
Tidak tidur di lantai atas yang tidak memiliki pagar, agar tidak jatuh.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa tidur di loteng rumah yang tidak memiliki batu (penghalang, pagar), maka sungguh aku telah lepas tanggung jawab daripadanya”.
Sebab orang yang tidur, terkadang – dengan tidak sadar – berguling-guling dalam tidurnya. Jika ia tidur di lantai atas/atap rumah yang tidak memiliki pagar atau pembatas yang menghalanginya, bisa jadi ia akan jatuh ke bawah yang menyebabkannya meninggal dunia.
Jika hal itu terjadi,maka tak seorangpun yang berdosa karena kematiannya, semua lepas dari tanggung jawab atas kematian orang tersebut.
Di samping hal itu juga menyebabkan pelecehannya terhadap penjagaan Allah padanya, sebab ia tidak mengambil langkah ikhtiar dan sebab.
Kucing-kucing piaraan tidak menjadikan najis bejana, bila kucing tersebut minum atau makan daripadanya.
“Dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya, bahwasanya diletakkan untuknya bejana yang berisi air, lalu seekor kucing menjilat ke dalamnya, ia (tetap) melakukan wudhu. Mereka berkata: “Hai Abu Qatadah, bejana itu telah dijilat oleh kucing”. Ia menjawab: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kucing termasuk di antara anggota keluarga, dan ia termasuk di antara yang mengitari kalian”.
Dalam riwayat lain:
“Kucing itu tidak najis, sesungguhnya ia termasuk di antara yang mengitari kalian”.
ASPEK SOSIAL DI RUMAH
Nasehat(13): Memberi Kesempatan untuk Mendiskusikan Persoalan-Persoalan Keluarga.
“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka”. (As-Syura : 38).
Ketika kepada anggota keluarga diberi waktu dan kesempatan untuk sama-sama duduk mendiskusikan persoalan intern dan ekstern keluarga, maka itulah pertanda bahwa keluarga tersebut memperhatikan keutuhan keluarga, peran dan saling kerjasamanya.
Tidak disangsikan lagi, bahwa laki-laki yang diberi amanah kepemimpinan dalam rumah tangga adalah orang yang paling bertanggung jawab, penentu segala keputusan. Tetapi dengan memberikan kesempatan kepada yang lain – terutama kepada anak-anak yang menginjak dewasa – maka hal itu akan merupakan pendidikan tanggung jawab kepada mereka, di samping semua akan merasa lepas dan lapang dengan perasaannya, karena pendapat mereka didengar dan dihargai.
Misalnya, dengan mendiskusikan soal umrah pada bulan Ramadhan atau pada liburan-liburan lainnya, bertandang ke sanak keluarga menyambung silaturrahim, berdarmawisata, penyelenggaraan walimah pernikahan, aqiqah, pindah rumah, proyek-proyek sosial seperti penghitungan jumlah fakir miskin sekampung untuk pemberian bantuan atau pengiriman makanan kepada mereka, demikian juga diskusi tentang kemelut keluarga, kerabat dan memberikan andil pemecahannya.
Perlu juga diingatkan kepada bentuk lain dari pertemuan yang penting untuk diselenggarakan, yakni “Pertemuan Keterbukaan” antara kedua orangtua dan anak-anak.
Beberapa kesulitan yang dihadapi oleh anak-anak yang telah baligh terkadang tidak mungkin untuk dipecahkan kecuali melalui pertemuan pribadi. Misalnya, bapak dengan anak laki-lakinya memperbincangkan secara terbuka berbagai persoalan yang menyangkut problematika anak remaja dan puber, hukum-hukum baligh. Demikian pula halnya ibu dengan puterinya membincangkan persoalan-persoalan tersebut sekaligus mengajarinya hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita baligh.
Bapak dan ibu hendaknya berusaha semampu mungkin membantu memecahkan problem anak-anaknya terutama pada masa mereka masih remaja. Hal itu misalnya bisa dilakukan dengan menggunakan bahasa-bahasa yang menarik, seperti “ketika saya masih seumur kamu …”, sehingga mudah diterima.
Tidak adanya pertemuan semacam ini terkadang menjadikan sebagian anak-anak menjalin persahabatan dengan teman-teman yang tidak baik, yang pada akhirnya menimbulkan petaka besar.
Nasehat (14): Tidak Menampakkan Konflik Keluarga di Depan Anak-anak.
Sangat jarang, sekelompok orang yang hidup serumah tanpa pernah berselisih. Berdamai setelah berselisih adalah baik dan kembali pada kebenaran adalah mulia.
Akan tetapi, yang bisa menggoncangkan keutuhan rumah tangga dan membahayakan keselamatan bangunan intern adalah tampaknya berbagai perselisihan itu di hadapan anggota keluarga yang lain, sehingga mereka terpecah menjadi dua bala tentara atau lebih, kesatuan menjadi bercerai berai, belum lagi pengaruhnya terhadap kondisi kejiwaan anak-anak terutama terhadap mereka yang masih kecil.
Renungkanlah, apa yang terjadi jika sang bapak berkata kepada anaknya: “Jangan bicara dengan ibumu”. Sang ibu pun berkata kepada puterinya: “Jangan bicara dengan ayahmu”. Anak-anak menjadi bingung, tercabik-cabik jiwanya dan semua hidup dengan penuh beban dan serba sulit.
Karena itu, hendaknya kita menjaga agar tidak menjadikan perselisihan, dan kalau toh terpaksa ada hendaknya hal itu kita sembunyikan. Kita bermohon kepada Allah semoga Allah mempertautkan segenap hati.
Nasehat (15): Tidak Membolehkan Masuk Rumah kepada Orang yang tidak Baik Agamanya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Dan perumpamaan teman yang jahat itu seperti pandai besi”.
Dalam riwayat Bukhari disebutkan:
“Dan pandai besi (bisa) membakar rumahmu, pakaianmu atau kau dapati daripadanya bau yang busuk”.
Maksudnya, mereka akan membakar rumah dengan berbagai macam kerusakan dan penghancuran. Betapa banyak, karena masuknya orang-orang yang rusak dan diragukan (agamanya) menjadi sebab timbulnya permusuhan di antara anggota keluarga, berpisahnya suami dari isteri. Allah melaknat orang yang menipu wanita dari suaminya atau sebaliknya, dan yang menyebabkan permusuhan antara bapak dengan anak-anaknya.
Sungguh, tiada sebab-sebab terjadinya sihir di rumah atau terkadang kasus pencurian dan kerusakan akhlak kecuali dengan memasukkan orang yang tidak baik agamanya ke dalam rumah, karena itu hendaknya mereka tidak diizinkan masuk, meski dia adalah tetangga, laki-laki atau perempuan, atau orang-orang yang pura-pura cepat akrab dari laki-laki maupun perempuan. Sebagian orang terkadang agak sulit menolak, sehingga ketika ia melihatnya telah berada didepan pintu, ia mengizinkannya padahal ia tahu bahwa orang tersebut dari golongan orang-orang yang rusak.
Wanita yang tinggal di rumah, mempunyai tanggung jawab besar dalam masalah ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
”Wahai manusia, Hari apakah yang paling suci? Hari apakah yang paling suci? Hari apakah yang paling suci?” Mereka menjawab: “Hari Haji Akbar”. Kemudian Nabi bersabda di tengah khutbahnya pada hari itu: “Adapun hak kalian atas isteri-isteri kalian adalah hendaknya mereka tidak membiarkan orang yang kalian benci menginjak kasur (tempat duduk) kalian, dan tidak memberi izin (masuk) kepada orang yang kamu benci”.
Maka hendaknya engkau, wahai wanita muslimah jangan berat hati jika suamimu atau ayahmu menolak salah seorang tetangga wanita masuk ke rumah, karena mereka tahu akan pengaruhnya dalam perusakan. Juga hendaknya engkau menahan diri jika wanita tersebut membandingkan antara suaminya dengan suamimu sehingga engkau tidak meminta kepada suamimu akan hal-hal yang ia tidak mampu memenuhinya.
Engkau juga wajib menasehati suamimu, jika engkau melihat di antara kawan-kawannya di rumah ada yang suka mengajak suamimu kepada kemungkaran.
PERINGATAN:
Usahakan Semampu Mungkin untuk Lebih Banyak Berada di Rumah.
Adanya wali (pemimpin) di rumah menjadikan semua persoalan terkontrol, juga memungkinkan baginya mendidik dan memperbaiki keadaan, dengan mendampingi dan mengawasi.
Sebagian orang berpendapat bahwa kewajiban asli bagi laki-laki adalah keluar rumah, jika ia tidak mendapatkan tempat ke mana harus pergi baru ia pulang ke rumah.
Teori ini adalah keliru.
Jika keluarnya seseorang dari rumah untuk ketaatan, maka hendaknya bisa menjaga keseimbangan (antara waktu di luar dan di dalam rumah). Tetapi jika keluarnya untuk maksiat, menghabiskan waktu secara sia-sia atau berlebih-lebihan dalam urusan kesibukan dunia maka hendaknya ia mengurangi kesibukan-kesibukan dan berbagai bentuk bisnis itu, serta menghilangkan beberapa rapat yang kurang penting.
Sungguh, alangkah keji kaum yang menyia-nyiakan keluarganya dan begadang di warung-warung atau night club.
Kita tidak mau membeo di belakang program-program musuh-musuh Allah. Di bawah ini adalah pelajaran berharga:
Dalam brosur hasil kesepakatan Zionis Perancis bernama Al-Masyriqul A’zham yang diselenggarakan pada tahun 1923 disebutkan: “Dan untuk mencapai perpecahan antara seseorang dengan keluarganya hendaknya kalian mencabut akhlak dari akarnya, karena sesungguhnya nafsu cenderung kepada pemutusan ikatan keluarga dan mendekati kepada hal-hal yang diharamkan, karena nafsu lebih mengutamakan banyak cerita dan obrolan di warung-warung kopi untuk menyebarkan isu-isu keluarga”.
Nasehat (16): Teliti dalam Mengamati Anggota Keluarga.
Siapakah teman-teman anak-anakmu?
Apakah mereka telah bertemu denganmu atau engkau mencari tahu tentang mereka?
Apa yang dilakukan oleh anak-anakmu bersama mereka di luar rumah?
Apa yang ada di dalam laci dan tas mereka, di bawah bantal, kasur dan apa yang mereka rahasiakan?
Kemana anak gadismu pergi dan dengan siapa?
Sebagian orangtua tidak mengetahui kalau ternyata di dalam lemari anaknya terdapat gambar-gambar dan kaset video yang tidak mendidik (porno), bahkan kadang-kadang minuman/pil memabukkan.
Sebagian mereka tidak tahu, anak gadisnya pergi ke pasar bersama pembantu, lalu ia menyuruh pembantu itu menungguinya bersama sopir, selanjutnya ia pergi sesuai janjinya dengan salah seorang kekasihnya, sebagian lain pergi menghisap rokok bersama kawan-kawan sepermainannya yang jahat.
Mereka yang bisa lepas diri dari anak-anaknya itu tidak akan bisa lepas dari persaksian pada Hari Yang Agung, dan mereka tidak akan bisa lari dari kengerian Hari Pembalasan.
“Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban kepada setiap pemimpin atas apa yang dipimpinnya, apakah ia menjaganya atau melalaikannya, sehingga seorang laki-laki ditanya tentang anggota keluarganya.”
Tetapi ada hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Pengawasan itu hendaknya dengan diam-diam.
2. Tidak untuk menakut-nakuti.
3. Agar anak-anak tidak merasa kehilangan kepercayaan diri.
4. Dalam menasehati dan memberi hukuman hendaknya memperhatikan umur, pengetahuan dan tingkat kesalahan yang mereka lakukan.
5. Hati-hatilah untuk melakukan penelitian mendalam dan sensus jiwa.
Seseorang berkisah kepada Penulis, seorang ayah memiliki komputer yang di dalamnya ia agendakan semua kesalahan-kesalahan anaknya dengan perincian tanggal dan hari sekaligus. Apabila terjadi kesalahan baru, ia tampilkan kembali nama file yang khusus mencatat kesalahan anaknya tersebut,. lalu ia tulis kesalahan yang baru sehingga kesalahan-kesalahan itu terhimpun rapi, baik yang lama maupun yang baru.
Komentar:
Kita bukan dalam perusahaan, dan ayah bukanlah malaikat yang ditugasi menulis semua dosa dan kesalahan. Ayah seperti itu hendaknya membaca banyak-banyak buku tentang dasar-dasar pendidikan dalam Islam.
Sebaliknya, penulis juga mengetahui ada orang-orang yang menolak sama sekali untuk ikut campur dalam urusan anak-anak mereka, dengan dalih anak tidak akan puas bahwa kesalahan yang ia lakukan itu sebagai kesalahan sampai ia terperosok di dalamnya, lalu ia mengetahui kesalahan itu dengan sendirinya.
Keyakinan yang menyimpang ini berasal dan muncul dari falsafah Barat serta teori kebebasan yang tercela. Sungguh, ini adalah hal yang jauh dari kebenaran.
Sebagian orang melepaskan kendali untuk anaknya, karena takut -menurut anggapannya- anak itu akan membencinya, ia berkata, saya mencintainya apapun yang ia kerjakan.
Sebagian lain melepaskan kendali anaknya sebagai bentuk penolakan terhadap pendidikan ketat dan keras yang ia alami dari ayahnya dahulu (kakek si anak), ia menganggap bahwa anaknya harus ia perlakukan sebaliknya secara persis.
Sebagian lain ada yang sampai pada tingkat kebodohan yang sangat rendah hingga mengatakan: “Biarkanlah putera-puteri kita menikmati masa remajanya seperti yang mereka kehendaki”.
Apakah tipe ayah seperti itu terpikirkan di benaknya bahwa kelak anak-anak mereka pada hari Kiamat akan memanggil-manggil orangtuanya dengan mengatakan: “Hai bapak, kenapa engkau membiarkan aku berbuat maksiat ?”.