Bernasib Mulia atau Menjadi Kera?
Bernasib Mulia atau Menjadi Kera?

Bernasib Mulia atau Menjadi Kera?

bukit thursumber :
https://jampang.wordpress.com/2015/0…-menjadi-kera/

Al-quran bukanlah sebuah kitab sejarah. Namun salah satu karaktteristik dari ayat-ayat di dalamnya adalah memuat kisah-kisah manusia di masa lalu yang bisa diambil hikmah atau pelajarannya bagi umat manusia di masa kini sebagai bekal untuk menjalani kehidupan saat ini dan juga bekal untuk kehidupan di masa yang akan datang.

Salah satu kisah yang diabadikan Al-quran yang mungkin jarang diangkat ke atas mimbar atau ceramah-ceramah adalah kisah tentang kaum di sebuah kota atau negeri terletak di Pantai Laut Merah antara Kota Madyan dan Bukit Thur. Kota Eliah, namanya. Kisah penduduknya tercantum dalam Al-quran Surat Al-A’raf ayat 163-166 sebagai berikut :

Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri[578] yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu[579], di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.

Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu[580], dan supaya mereka bertakwa”.

Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.

Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu kera yang hina[581]”.

[578] yaitu Kota Eliah yang terletak di Pantai Laut Merah antara Kota Madyan dan Bukit Thur

[579] Menurut aturan itu mereka tidak boleh bekerja pada Hari Sabtu, karena Hari Sabtu itu dikhususkan untuk beribadat

[580] Alasan mereka itu ialah behawa mereka melaksanakan perintah Allah untuk memberi peringatan

[581] Sebagian ahli tafsir memandang bahwa ini sebagai suatu perumpamaan. Artinya hati mereka menyerupai kera karena sama-sama tidak menerima nasehat dan peringatan. Pendapat Jumhur Mufassir ialah mereka betul-betul menjadi kera, hanya tidak beranak, tidak makan dan minum, dan hidup tidak lebih dari tiga hari (tafsir yang sama dengan surat Al-baqarah ayat 65)

Beberapa ayat di atas menceritakan tentang adanya tiga kelompok manusia yang dibedakan berdasarkan sikap mereka ketika Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan sebuah syariat atau ketetapan hukum kepada mereka. Syariat tersebut berupa larangan untuk memancing atau menangkap ikan di hari sabtu. Hari sabtu ditetapkan sebagai hari yang dikhususkan untuk beribadah. Namun, di hari itu, ikan-ikan sedang banyak-banyaknya di laut bahkan seperti mengapung di permukaan air. Sementara di har-hari lain, ikan-ikan sangat sedikit di sekitar tempat tinggal mereka.

Di antara penduduk negeri tersebut ada yang teguh dan tegas mentaati syariat tersebut. Mereka tidak memancing atau menangkap ikan di hari sabtu. Mereka juga mengingatkan penduduk lain yang melanggar syariat tersebut.

Alasan mereka teguh terhadap syariat dan memberikan nasehat kepada penduduk lain yang melanggar adalah karena hal tersebut adalah menjadi tugas dan kewajiban mereka. Mereka wajib mentaati syariat Allah dan mengingatkan teman-teman mereka yang berbuat kesalahan agar mereka mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Allah dan agar orang-orang yang diberikan nasehat itu menjadi orang yang bertaqwa.

Kelompok kedua adalah mereka yang juga teguh dan tegas melanggar syariat. Mereka memilih untuk pergi memancing atau menangkap ikan yang sedang banyak-banyaknya di hari sabtu itu.

Sedangkan kelompok ketiga adalah mereka yang tidak teguh dan tegas mematuhi syariat Allah dan tidak juga teguh dan tegas melanggar syariat tersebut. Kelompok ini mendiamkan teman-teman mereka yang melanggar dan tidak memberikan peringatan, meskipun mereka tidak ikut memancing atau menangkap ikan. Mereka malah mempertanyakan sikap dan langkah yang diambil oleh kelompok pertama seraya berkata, “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” atau dengan kata lain, “Untuk apa kalian ikut campur dengan urusan mereka. Biarkan saja, mereka yang berbuat, mereka yang akan mendapatkan dosa, mereka pula yang akan mendapatkan azab dan siksa dari Allah.”

Lantas balasan apa yang diterima oleh masing-masing kelompok tersebut?

Kepada kelompok pertama, Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan balasan berupa keselamatan.

Kepada kelompok kedua, Allah Subhanahu Wa Ta’ala timpakan siksaan yang keras dan mereka dikutuk menjadi kera yang hina.

Sementara kepada kelompok ketiga, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyembunyikan apa yang terjadi kepada mereka. Apakah mereka mendapakan keselamatan atau menerima siksaan? Hanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang mengetahui.

Maka dari perlajaran kisah sejarah dari ayat di atas, kita bisa mengambil pelajaran sekaligus menetukan pilihan. Apakah kita ingin bernasib mulia atau menjadi kera? Atau mungkin tidak menjadi keduanya?

Wallaahu a’lam

*Catatan dari khutbah jum’at masjid shalahuddin KPDJP 24 April 2015*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.