Tanya Jawab Amnesti Pajak / Tax Amnesti Terlengkap Terbaru

amnesti pajak

FAQ Amnesti Pajak Tanggal 1 Juli 2016

A. UMUM
   
  1. Apa tujuan penyusunan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak
      Jawaban:
      Tujuan penyusunan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak sebagai berikut:
      a. mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi;
      b. mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan
      c. meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.
      Dasar hukum: Pasal 2 ayat (2)
       
  2. Apa asas (dasar pemikiran) penyusunan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak?
      Jawaban:
      Pengampunan Pajak dilaksanakan berdasarkan asas:
      a. kepastian hukum, yaitu pelaksanaan Pengampunan Pajak harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
      b. keadilan, yaitu pelaksanaan Pengampunan Pajak menjunjung tinggi keseimbangan hak dan kewajiban dari setiap pihak yang terlibat.
      c. kemanfaatan, yaitu seluruh pengaturan kebijakan Pengampunan Pajak bermanfaat bagi kepentingan negara, bangsa, dan masyarakat, khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum.
      d. kepentingan nasional, yaitu pelaksanaan Pengampunan Pajak mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat di atas kepentingan lainnya.
      Dasar hukum: Pasal 2 ayat (1) dan penjelasannya
       
B. DEFINISI DAN KETENTUAN UMUM 
   
  3. Apa yang dimaksud dengan Pengampunan Pajak?
      Jawaban:
      Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
      Dasar hukum :Pasal 1 angka 1
       
  4. Apa yang dimaksud dengan uang tebusan?
      Jawaban:
      Sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan Pengampunan Pajak.
      Dasar hukum :Pasal 1 angka 7
       
  5. Sampai kapan periode penyampaian Surat Pernyataan Pengampunan Pajak ini berlangsung?
      Jawaban:
      Periode penyampaian Surat Pernyataan Pengampunan Pajak berlangsung sejak Undang-Undang Pengampunan Pajak diundangkan sampai dengan 31 Maret 2017.
      Dasar hukum : Pasal 4
       
  6. Syarat apa saja yang harus dipenuhi Wajib Pajak untuk mengajukan Pengampunan Pajak
      Jawaban:
      a. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
      b. membayar Uang Tebusan;
      c. melunasi seluruh Tunggakan Pajak;
      d. melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan;
      e. menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan
      f. mencabut permohonan:
        1) pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
        2) pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang;
        3) pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar;
        4) keberatan;
        5) pembetulan atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan;
        6) banding;
        7) gugatan; dan/atau
        8) peninjauan kembali,
        dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan.
      g. Dalam hal Wajib Pajak bermaksud mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Repatriasi), Wajib Pajak juga harus memenuhi persyaratan yaitu mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menginvestasikan Harta dimaksud di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama 3 (tiga) tahun:
        1) sebelum 31 Desember 2016 bagi Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan pada periode setelah Undang-Undang Pengampunan Pajak berlaku sampai dengan 31 Desember 2016;
        2) sebelum 31 Maret 2017 yang menyampaikan Surat Pernyataan pada periode sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017.
      h. Dalam hal Wajib Pajak mengungkapkan Harta yang berada dan/atau ditempatkan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (deklarasi), Wajib Pajak juga harus memenuhi persyaratan yaitu Wajib Pajak tidak dapat mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan.
      Dasar hukum : Pasal 8 ayat (3), (6), dan (7)
       
  7. Dalam hal Wajib Pajak bermaksud mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Wajib Pajak harus mengalihkan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menginvestasikan Harta dimaksud di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun, jangka waktu 3 tahun ini terhitung sejak kapan?
      Jawaban:
      Jangka waktu 3 (tiga) tahun dihitung sejak Harta dialihkan ke dalam wilayah NKRI. Dalam hal Wajib Pajak melakukan pengalihan melalui cabang Bank Persepsi yang berada di luar negeri, jangka waktu 3 tahun dihitung sejak WP mengalihkan Harta melalui Cabang Bank Persepsi dimaksud.
      Dasar hukum: Penjelasan Pasal 8 ayat (6)
       
  8.  Kemana Wajib Pajak dapat menyampaikan surat pernyataan untuk memperoleh Pengampunan Pajak?
      Jawaban:
      Untuk memperoleh Pengampunan Pajak, Wajib Pajak harus menyampaikan Surat Pernyataan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau   tempat lain yang ditentukan oleh Menteri.
      Dasar hukum : Pasal 10 ayat (1)
       
  9. Berapa kali surat pernyataan untuk memperoleh pengampunan pajak dapat diajukan?
      Jawaban:
      Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
      Dasar hukum : Pasal 10 ayat (7)
       
  10. Apakah boleh mengajukan Pengampunan Pajak kembali dalam periode pengenaan tarif yang sama?
      Jawaban:
      Boleh, Pengajuan Pengampunan Pajak dapat dilakukan dalam periode pengenaan tarif yang sama asalkan tidak melebihi 3 (kali) dalam periode Pengampunan Pajak (sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017).
      Dasar hukum : Pasal 10 ayat (7)
       
  11. Apakah surat pernyataan kedua atau ketiga harus diajukan setelah terbit Surat Keterangan Pengampunan Pajak atas pengajuan pengampunan sebelumnya?
      Jawaban:
      Tidak, Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan kedua atau ketiga sebelum atau setelah Surat Keterangan atas Surat Pernyataan yang pertama atau kedua diterbitkan.
      Dasar hukum : Pasal 10 ayat (8)
       
  12. Apakah SPT Tahunan Tahun Pajak 2015 wajib disampaikan sebelum mengajukan permohonan pengampunan pajak?
      Jawaban:
      Ya, Wajib Pajak harus terlebih dahulu menyampaikan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2015, kecuali:
      a.  Wajib Pajak yang baru memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak pada tahun 2016 dan 2017; atau
      b. Wajib Pajak yang akhir tahun bukunya berakhir pada periode 1 Januari 2015 sampai dengan 30 Juni 2015, karena yang wajib disampaikan adalah SPT Tahunan Tahun Pajak 2014
      Dasar hukum : Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 1 angka 12
       
  13.  Apakah penyampaian Surat Pernyataan untuk memperoleh pengampunan pajak boleh disampaikan melalui pos?
      Jawaban:
      Tidak, Surat Pernyataan harus disampaikan langsung ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
      Dasar hukum: Pasal 10 ayat (1)
       
  14. Apakah penandatanganan Surat Pernyataan untuk memperoleh pengampunan pajak boleh diwakilkan?
      Jawaban:
      Tidak boleh Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, tetapi boleh bagi Wajib Pajak Badan dalam hal pemimpin tertinggi berdasarkan Akta Pendirian Badan Usaha atau dokumen lain yang dipersamakan berhalangan.
      Dasar hukum : Pasal 8 ayat (2)
       
  15.  Apakah penyampaian Surat Pernyataan untuk memperoleh pengampunan pajak boleh diwakilkan?
      Jawaban:
      Penyampaian Surat Pernyataan boleh diwakilkan dengan membawa surat kuasa.
      Dasar hukum: Pasal 14 ayat (1) huruf d PMK-118/PMK.03/2016
       
  16. Dalam hal penandatangan Surat Pernyataan dilakukan oleh kuasa Wajib Pajak Badan, haruskah dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan perpajakan?
      Jawaban:
      Tidak perlu surat kuasa khusus.
      Dasar hukum: Pasal 8 ayat (2) huruf c
       
C. SUBYEK PENGAMPUNAN PAJAK
   
  17.  Kepada siapa diberikan pengampunan pajak?
      Jawaban:
      Setiap Orang Pribadi atau Badan yang telah terdaftar dan memperoleh NPWP serta memiliki kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh berhak mendapatkan pengampunan Pajak, kecuali Wajib Pajak yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan, sedang dalam proses peradilan, atau sedang menjalani hukuman pidana, atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
      Dasar hukum: Pasal 3
       
  18. Bagaimana jika Wajib Pajak yang belum memperoleh NPWP ingin memanfaatkan pengampunan pajak?
      Jawaban:
      Wajib Pajak harus terlebih dahulu mendaftarkan diri di KPP tempat Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan untuk memperoleh NPWP.
      Dasar hukum: Penjelasan Pasal 3 ayat (1)
       
  19. Apakah Wajib Pajak yang baru terdaftar di tahun 2016 atau 2017 wajib menyampaikan SPT Tahunan Tahun Pajak 2015 terlebih dahulu sebelum mengajukan Surat Pernyataan untuk memperoleh pengampunan pajak?
      Jawaban:
      Tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan Tahun Pajak 2015.
      Dasar hukum: Pasal 8 ayat (3)
       
D. OBJEK PENGAMPUNAN PAJAK
     
  20. Apa yang menjadi objek pengampunan pajak?
      Jawaban:
      Objek pengampunan pajak adalah kewajiban perpajakan yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak, yang terepresentasi dalam Harta yang belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Terakhir.
      Pengampunan Pajak diberikan kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan.
      Dasar hukum : Pasal 3 dan penjelasan Pasal 5 ayat (2)
       
  21.  Bolehkah mengungkapkan harta yang belum dibaliknamakan atas nama Wajib Pajak pada Surat Pernyataan pengampunan pajak?
      Jawaban:
      Wajib Pajak boleh mengungkapkan harta yang belum dibaliknama pada Surat Pernyataan Pengampunan Pajak.
       
  22. Apa manfaat yang diperoleh Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak mengungkapkan harta berupa tanah dan/atau bangunan, dan saham yang belum dibaliknamakan atas nama Wajib Pajak pada Surat Pernyataan pengampunan pajak?
      Jawaban:
      a. Fasilitas pengampunan pajak; dan
      b. Pembebasan pengenaan Pajak Penghasilan, dengan syarat:
        1) Untuk harta berupa tanah dan/atau bangunan, kepada WP ini dapat dibebaskan dari pengenaan PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam hal:
          a) permohonan pengalihan hak; atau
          b) penandatanganan surat pernyataan oleh kedua belah pihak di hadapan notaris yang menyatakan bahwa Harta tersebut adalah benar milik Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan, dalam hal Harta dimaksud belum dapat diajukan permohonan pengalihan hak,
          dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2017.
        2) Pengalihan hak atas saham dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan dalam hal terdapat perjanjian pengalihan hak dalam jangka waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2017.
      Dasar hukum: Pasal 15 ayat (2) dan (3)
       
  23. Bagaimana jika Wajib Pajak tidak melakukan balik nama atas tanah dan/atau bangunan atau saham sampai dengan tanggal 31 Desember 2017?
      Jawaban:
      Apabila sampai dengan tanggal 31 Desember 2017, Wajib Pajak tidak mengalihkan hak, atas pengalihan hak yang dilakukan dikenai pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan.
      Dasar hukum: Pasal 15 ayat (4)
       
  24. Apa saja kewajiban perpajakan yang diberikan pengampunan?
      Jawaban:
      Pengampunan Pajak meliputi pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak. Kewajiban perpajakan ini terdiri atas kewajiban PPh, dan PPN atau PPnBM.
      Yang dimaksud dengan Tahun Pajak Terakhir ini adalah Tahun Pajak yang berakhir pada jangka waktu 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015.
      Dasar hukum : Pasal 3
       
E. BESARAN UANG TEBUSAN PENGAMPUNAN PAJAK
     
  25. Bagaimana cara menghitung uang tebusan yang harus dibayar?
      Jawaban:
      Uang tebusan dihitung dengan mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Uang Tebusan yaitu nilai Harta bersih yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Terakhir.
      Besarnya Dasar Pengenaan Uang Tebusan adalah Harta tambahan yang belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Terakhir dikurangi dengan utang yang terkait dengan perolehan Harta tambahan tersebut.
       
      TARIF:
     
No. Periode Tarif Uang Tebusan
Harta di Dalam Negeri/
Harta Yang dialihkan ke Dalam Negeri
Harta di Luar Negeri
yang tidak dialihkan ke Dalam Negeri
Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4,8M
Nilai Harta ≤Rp10M Nilai Harta >Rp10M
1. Juli 2016 s.d 30 September 2016 2% 4% 0,5% 2%
2. 1 Oktober 2016 s.d 31 Desember 2016 3% 6%
3. 1 Januari 2017 s.d 31 Maret 2017 5% 10%
      Dasar hukum : Pasal 4 dan penjelasan Pasal 5 ayat (2)
       
  26. Bagaimana pengenaan tarif uang tebusan bagi WP yang melakukan penyampaian surat pernyataan kedua atau ketiga dimana dalam surat pernyataan tersebut  Wajib Pajak yang semula menyatakan repatriasi menjadi deklarasi luar negeri atau yang semula menyatakan tidak akan megalihkan Harta di dalam negeri ke luar negeri menjadi melakukan pengalihan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari 3 tahun?
      Jawaban:
     
No. Pengungkapan Surat pernyataan  disampaikan bulan ke-1 s.d. ke-3 Surat pernyataan  disampaikan bulan ke-4 s.d. 31 Des 2016 Surat pernyataan  disampaikan 1 Jan 2017 s.d. 31 Maret 2017
A. WP yang pada Surat Pernyataan kedua atau ketiganya mengungkapkan perubahan penghitungan Uang Tebusan karena Wajib Pajak melakukan perubahan dari semula menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi tidak mengalihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu yang ditentukan.

(repatriasi menjadi deklarasi luar negeri)

4% 6% 10%
B. WP yang pada Surat Pernyataan kedua atau ketiganya mengungkapkan perubahan penghitungan Uang Tebusan karena Wajib Pajak melakukan perubahan dari semula menyatakan tidak akan mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu kurang dari 3 tahun.

(deklarasi dalam negeri menjadi deklarasi luar negeri)

      Dasar hukum : Penjelasan  Pasal 10 ayat (8)
       
  27. Berapa maksimal utang yang boleh dijadikan pengurang dalam menentukan nilai harta bersih sebegai dasar pengenaan uang tebusan?
      Jawaban:
      Untuk penghitungan dasar pengenaan Uang Tebusan, besarnya nilai Utang yang berkaitan secara langsung dengan perolehan Harta tambahan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta bagi:
      a. Wajib Pajak badan paling banyak sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai Harta tambahan; atau
      b. Wajib Pajak orang pribadi paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai Harta tambahan.
      Dasar hukum : Pasal 7 ayat (2)
       
  28.   Apakah harta dan utang diperbolehkan dinilai dalam mata uang asing (selain rupiah)?
      Jawaban:
      Tidak boleh, untuk Harta dan utang dalam mata uang asing harus dikonversikan ke dalam mata uang rupiah.
      Dasar hukum: Pasal 6
       
  29. Bagaimana cara mengkonversi nilai harta yang menggunakan mata uang asing menjadi mata uang rupiah?
      Jawaban:
      Harta dan utang dalam bentuk mata uang valuta asing bagi Wajib Pajak yang diijinkan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menggunakan mata uang asing, nilai harta dan utang harus ditentukan dengan nilai mata uang Rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada tanggal akhir tahun buku sesuai dengan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Terakhir.
      dalam hal Nilai Harta tambahan yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilanmenggunakan mata uang asing, Nilai harta tersebut ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai nominal untuk Harta berupa kas atau nilai wajar untuk Harta selain kas pada akhir Tahun Pajak terakhir berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada tanggal akhir tahun terakhir.
      Dasar hukum: Pasal 6
       
  30. Apa yang dimaksud dengan nilai wajar untuk menentukan nilai harta tambahan selain kas?
      Jawaban:
      Yang dimaksud dengan “nilai wajar” adalah nilai yang menggambarkan kondisi dan keadaan dari aset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian Wajib Pajak. Nilai Wajar dimaksud dicatat sebagai harga perolehan Harta yang dilaporkan paling lambat pada SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2017.
      Dasar hukum: Penjelasan Pasal 6 ayat (4)
       
  31. Dalam hal Wajib Pajak mengungkapkan hartanya berupa saham dengan nilai per 31 Desember 2015, ternyata 10 hari kemudian nilainya naik. Bagaimana penentuan nilai harta dalam pernyataan pengampunan pajaknya?
      Jawaban:
      Nilai harta yang diungkapkan Wajib Pajak adalah nilai pada akhir Tahun Pajak Terakhir.
      Dasar hukum: Pasal 6
       
  32. Apakah nilai wajar tersebut harus berdasarkan nilai wajar menurut Kantor Jasa Penilai Publik?
      Jawaban:
      Tidak perlu, cukup berdasarkan penilaian Wajib Pajak secara self assessment.
      Dasar hukum: Penjelasan Pasal 6 ayat (4)
       
  33.  Apakah pembayaran uang tebusan dapat diangsur atau dicicil?
      Jawaban:
      Tidak bisa. Pembayaran uang tebusan harus dilakukan dengan lunas sesuai dengan tarif yang berlaku pada periode pelaporan sebelum Surat Pernyataan pengampunan pajak disampaikan.
      Dasar hukum: Pasal 8 ayat (3)
       
  34. Bagaimana jika berdasarkan surat pernyataan kedua atau ketiga yang disampaikan oleh Wajib Pajak terdapat kelebihan pembayaran uang tebusan?
      Jawaban:
      WP dapat menyampaikan surat pernyataan pengampunan pajak yang kedua atau ketiga, sehingga dasar pengenaan Uang Tebusan dalam Surat Pernyataan kedua atau ketiga tersebut memperhitungkan dasar pengenaan Uang Tebusan yang telah dicantumkan dalam Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya. Dan dalam hal terdapat kelebihan pembayaran Uang Tebusan yang disebabkan oleh disampaikannya Surat Pernyataan kedua atau ketiga, maka atas kelebihan pembayaran dimaksud harus dikembalikan dan/atau diperhitungkan dengan kewajiban perpajakan lainnya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung disampaikannya Surat Pernyataan kedua atau ketiga dimaksud.
      Dasar hukum : Pasal 10 ayat (9) dan (10)
       
  35. Bagaimana jika pada saat pembayaran uang tebusan, Wajib Pajak salah mencantumkan Kode Akun Pajak atau Kode Jenis Setoran pada Surat Setoran Pajak (SSP)?
      Jawaban:
      Jika terjadi demikian, maka dapat mengajukan permohonan pemindahbukuan ke KPP Wajib Pajak terdaftar.
       
F. KEWAJIBAN PELUNASAN TUNGGAKAN PAJAK
     
  36. Apakah pembayaran tunggakan pajak dapat dilunasi sebagian atau tidak seluruhnya?
      Jawaban:
      Tidak bisa. Wajib Pajak harus melunasi seluruh tunggakan pajak sebelum menyampaikan Surat Pernyataan pengampunan pajak.
      Dasar hukum : Pasal 8 ayat (3)
       
  37. Bagaimana Wajib Pajak dapat mengetahui jumlah tunggakan pajaknya?
      Jawaban:
      Wajib Pajak dapat mendatangi KPP Wajib Pajak terdaftar untuk menanyakan jumlah tunggakan pajaknya saat ini.
      Dasar hukum: Penjelasan Pasal 10 ayat (2)
       
  38. Apa saja tunggakan pajak yang dimaksud dalam pengampunan pajak ini?
      Jawaban:
      Tunggakan Pajak adalah jumlah pokok pajak yang belum dilunasi berdasarkan STP yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah termasuk pajak yang seharusnya tidak dikembalikan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
      Dasar hukum : Pasal 1 angka 6
       
  39. Apakah tunggakan pajak yang dimohonkan Pengampunan Pajak juga termasuk tunggakan pajak cabang untuk Wajib Pajak Badan?
      Jawaban:
      Benar. Tunggakan pajak untuk Wajib Pajak Badan juga termasuk tunggakan pajak seluruh cabangnya.
       
  40. Apakah Surat Tagihan Pajak (STP) yang di dalamnya hanya terdapat sanksi administrasi berupa bunga atau denda seperti sanksi pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 14 dan pasal 19 harus dilunasi?
      Jawaban:
      Tidak, ketetapan pajak yang hanya terdapat sanksi administrasi bukan merupakan syarat tunggakan pajak yang harus dilunasi.
      Dasar hukum : Pasal 1 angka 6
       
  41. Dalam hal Wajib Pajak memiliki tunggakan pajak yang tercantum dalam SKPKB yang di dalamnya terdapat pokok pajak dan sanksi administrasi, apakah seluruhnya harus dilunasi?
      Jawaban:
      Tidak, Tunggakan pajak yang harus dilunasi Wajib Pajak hanya atas pokok pajaknya saja.
      Dasar hukum : Pasal 1 angka 6
       
G. PENERBITAN SURAT KETERANGAN PENGAMPUNAN ATAS KEWAJIBAN PERPAJAKAN
     
  42. Berapa lama terbitnya Surat Keterangan pengampunan atas Surat Pernyataan pengampunan yang telah diajukan oleh Wajib Pajak?
      Jawaban:
      Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima Surat Pernyataan beserta lampirannya.
      Dasar hukum: Pasal 10 ayat (4)
       
  43. Bagaimana jika setelah 10 hari sejak tanggal diterimanya surat pernyataan pengampunan pajak WP diterima lengkap, Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri belum menerbitkan Surat Keterangan?
      Jawaban:
      Dalam hal jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja belum menerbitkan Surat Keterangan, Surat Pernyataan dianggap diterima.
      Dasar hukum: Pasal 10 ayat (5)
       
  44.  Bagaimana jika terjadi kesalahan tulis atau hitung pada Surat Keterangan yang diterbitkan?
      Jawaban:
      Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri dapat menerbitkan surat pembetulan atas Surat Keterangan.
      Dasar hukum: Pasal 10 ayat (6)
       
H. FASILITAS PENGAMPUNAN PAJAK YANG DITERIMA WP
     
  45. Apakah WP yang telah memperoleh tanda terima penyampaian Surat Pernyataan pengampunan pajak sebagai bukti penerimaan Surat Pernyataan, bebas dari tindakan pemeriksaan atau penyidikan oleh DJP?
      Jawaban:
      YA, terhadap WP yang telah memperoleh tanda terima Surat Pernyataan pengampunan pajak tidak dilakukan:
      a. Pemeriksaan;
      b. Pemeriksaan bukti permulaan; dan/atau
      c. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,
      untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir.
      Dasar hukum: Pasal 11 ayat (2)
       
  46. Bagaimana atas WP yang terhadapnya sedang dilakukan pemeriksaan atau penyidikan oleh DJP?
      Jawaban:
      Dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh tanda terima penyampaian Surat Pernyataan pengampunan  pajak sebagai bukti penerimaan surat pernyataan, sedang dilakukan:
      a. Pemeriksaan;
      b. Pemeriksaan bukti permulaan; dan/atau
      c. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,
      untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, terhadap pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, dan/atau penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dimaksud ditangguhkan sampai dengan diterbitkannya Surat Keterangandan dalam hal Surat Keterangan sudah diterbitkan, maka pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, dan/atau penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dimaksud dihentikan.
      Dasar hukum: Pasal 11 ayat (3) dan (4)
       
  47. Apa saja fasilitas pengampunan pajak yang diterima WP yang memperoleh Surat Keterangan pengampunan pajak?
      Jawaban:
      Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keterangan, memperoleh fasilitas Pengampunan Pajak berupa:
      a. Penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;
      b. Penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;
      c. Tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan
      d. Penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang sebelumnya telah ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3),
      yang berkaitan dengan kewajiban PPh, dan PPN atau PPnBM.
      Dasar hukum: Pasal 11 ayat (5)
       
I. KEWAJIBAN INVESTASI ATAS HARTA YANG DIUNGKAPKAN BAGI WAJIB PAJAK YANG MENYATAKAN MENGALIHKAN HARTA DARI LUAR NEGERI KE INDONESIA 
     
  48. Bentuk investasi apa yang harus dilakukan Wajib Pajak?
      Jawaban:
      Investasi dilakukan dalam bentuk:
      a. Surat berharga Negara Republik Indonesia;
      b. Obligasi Badan Usaha Milik Negara;
      c. Obligasi lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh Pemerintah;
      d.  Investasi keuangan pada Bank Persepsi;
      e. Obligasi perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;
      f. Investasi infrastruktur melalui kerja sama Pemerintah dengan badan usaha;
      g. Investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh Pemerintah; dan/atau
      h. Bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
      Dasar hukum: Pasal 12 ayat (3)
       
  49. Adakah batas akhir pengalihan harta yang harus dilakukan Wajib Pajak?
      Jawaban:
      Ada, Wajib Pajak harus mengalihkan harta dimaksud melalui Bank Persepsi yang ditunjuk secara khusus untuk itu paling lambat:
      a. tanggal 31 Desember 2016 bagi Wajib Pajak yang mengajukan surat pernyataan pengampunan pajak sejak Undang-undang ini berlaku sampai dengan 31 Desember 2016; dan/atau
      b. tanggal 31 Maret 2017 bagi Wajib Pajak yang mengajukan surat pernyataan pengampunan pajak sejak 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017.
      Dasar hukum: Pasal 12 ayat (1)
       
  50. Berapa lama harta tersebut harus diinvestasikan di Indonesia?
      Jawaban:
      Jangka waktu investasi paling singkat 3 (tiga) tahun dihitung sejak tanggal dialihkannya Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
      Dasar hukum: Pasal 12 ayat (2)
       
  51.  Apa saja kewajiban bagi WP yang menyatakan mengalihkan harta dari Luar Negeri ke Indonesia tersebut?
      Jawaban:
      a. Mengalihkan Harta dimaksud melalui Bank Persepsi sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1)
      b. Menginvestasikan harta tersebut paling singkat 3 (tiga) tahun dihitung sejak tanggal dialihkannya Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (2)
      c. Menginvestasikan harta tersebut dalam bentuk investasi sebagaimakana dimaksud pada Pasal 12 ayat (3)
      d. Menyampaikan laporan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menterimengenairealisasi pengalihan dan investasi atas Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan untuk Harta tambahan yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
      Dasar hukum: Pasal 13 ayat (1)
       
J. PERLAKUAN PERPAJAKAN
     
  52. Bagaimana perlakuan pencatatan atas harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan pengampunan pajak yang disampaikan Wajib Pajak?
      Jawaban:
      Bagi WP yang wajib menyelenggarakan pembukuan, harus dibukukan sebagai tambahan atas saldo laba ditahan dalam neraca
      Dasar hukum: Pasal 14 ayat (1)
       
  53. Bolehkah dilakukan penyusutan atau amortisasi untuk tujuan perpajakan atas harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan pengampunan pajak yang disampaikan WP?
      Jawaban:
      Tidak boleh dilakukan penyusutan atau amortisasi.
      Dasar hukum : Pasal 14 ayat (2)
       
  54.  Apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan pengampunan pajak?
      Jawaban:
      Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan, tidak berhak:
      a. mengompensasikan kerugian fiskal dalam SPT untuk bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, ke bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak berikutnya;
      b. mengompensasikan kelebihan pembayaran pajak dalam SPT atas  jenis pajak PPh dan PPN atau PPnBM untuk masa pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir, ke masa pajak berikutnya;
      c. mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dalam surat pemberitahuan atas jenis pajak pajak PPh dan PPN atau PPnBM untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan/atau
      d. melakukan pembetulan SPT atas jenis pajak pajak PPh dan PPN atau PPnBM untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, setelah Undang-Undang ini diundangkan.
      Dasar hukum: Pasal 16 ayat (1)
       
  55. Bagaimana status Surat Keputusan atau putusan perpajakan untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir Tahun Pajak Terakhir, yang terbit sebelum WP menyampaikan Surat Pernyataan?
      Jawaban:
      Surat Keputusan atau putusan perpajakan tersebut tetap dijadikan dasar bagi:
      a. Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak dan/atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak
      b. Wajib Pajak untuk mengompensasikan kerugian fiskal; dan
      c. Wajib Pajak untuk mengompensasikan kelebihan pembayaran pajak,
      sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
      Dasar hukum: Pasal 17 ayat (1)
       
  56.  Bagaimana status Surat Keputusan atau putusan perpajakan untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir Tahun Pajak Terakhir, yang terbit setelah WP menyampaikan Surat Pernyataan?
      Jawaban:
      Keputusan atau putusan perpajakan tersebut tidak dapat dijadikan dasar bagi:
      a. Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak dan/atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
      b. Wajib Pajak untuk mengompensasikan kerugian fiskal; dan
      c. Wajib Pajak untuk mengompensasikan kelebihan pembayaran pajak.
      Dasar hukum: Pasal 17 ayat (2)
       
  57. Bagaimana dengan imbalan bunga yang timbul akibat terdapat Surat Keputusan atau putusan perpajakan untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir Tahun Pajak Terakhir, yang terbit sebelum WP menyampaikan Surat Pernyataan?
      Jawaban:
      Kewajiban Direktorat Jenderal Pajak atas pembayaran imbalan bunga tersebut menjadi hapus.
      Dasar hukum: Pasal 17 ayat (3)
       
K.  ATAS HARTA YANG BELUM ATAU KURANG DIUNGKAP
     
  58.  Bagaimana perlakuan atas harta yang belum atau kurang diungkap dalam Surat Pernyataan yang disampaikan Wajib Pajak?
      Jawaban:
      Atas harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud. Dan Atas tambahan penghasilan ini dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar.
      Dasar hukum: Pasal 18 ayat (1) dan (3)
       
  59. Bagaimana perlakuan atas temuan harta tambahan bagi Wajib Pajak yang tidak memanfaatkan pengampunan pajak sampai dengan 31 Maret 2017?
      Jawaban:
      Atas Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, dianggap sebagai tambahan penghasilanyang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud, paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku. Atas tambahan penghasilan tersebut dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
      Dasar hukum: Pasal 18 ayat (2) dan (4)
       
L. UPAYA HUKUM
     
  60.  Upaya hukum apa yang dapat dilakukan dalam hal terdapat sengketa yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini?
      Jawaban:
      Segala sengketa yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini hanya dapat diselesaikan melalui pengajuan gugatan yang diajukan pada badan peradilan pajak.
      Dasar hukum: Pasal 19
       
M. DATA DAN INFORMASI YANG DISAMPAIKAN OLEH WP
     
  61. Bagaimana status data dan informasi yang disampaikan WP pada Surat Pernyataan pengampunan pajak dan lampirannya?
      Jawaban:
      Data dan informasi yang disampaikan WP pada Surat Pernyataan pengampunan pajak dan lampirannya:
      a. tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak.
      b. dilarang dibocorkan, disebarluaskan, dan/atau diberitahukan kepada pihak lain.
      c. tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada pihak manapun berdasarkanperaturan perundang-undangan lain, kecuali atas persetujuan Wajib Pajak sendiri.
      d. digunakan sebagai basis data perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
      Dasar hukum: Pasal 20 dan 21
       
  62. Bagaimana jika terdapat data dan informasi yang disampaikan WP pada Surat Pernyataan pengampunan pajak dan lampirannya yang dibocorkan, disebarluaskan, dan/atau diberitahukan kepada pihak lain?
      Jawaban:
      Bagi setiap orang yang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun,dimana Penuntutan terhadap tindak pidana ini hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.

 

Update FAQ Amnesti Pajak Seri I Tanggal 28 Juli 2016

FAQ – Seri I

  1. Siapa saja yang boleh mengikuti Amnesti Pajak?

Jawaban: Setiap WP baik OP maupun Badan yang  memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh dapat mengikuti Amnesti Pajak, kecuali WP yang sedang dilakukan penyidikan dan telah P-21, dalam proses peradilan, dan WP yang sedang menjalani hukuman atas pidana di bidang perpajakan.

Oleh karena itu, bagi WP yang hanya memiliki kewajiban pajak sebagai Pemotong/Pemungut saja, tidak dapat mengikuti Amnesti Pajak, misalnya WP Bendahara atau WP yang tidak memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh Badan seperti WP Joint Operation.

  1. Bagi Orang Pribadi atau Badan yang belum memiliki NPWP, apakah dapat mengikuti Amnesti Pajak?

Jawaban: Orang Pribadi atau Badan harus mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk memperoleh NPWP. Setelah memiliki NPWP, Orang Pribadi dan Badan dapat mengikuti Amnesti Pajak.

  1. Bagi Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh NPWP setelah tahun 2015 dan ingin mengikuti Amnesti Pajak, bagaimana perlakuannya?

Jawaban: Bagi Wajib Pajak yang memperoleh NPWP setelah tahun 2015 dan ingin mengikuti Amnesti Pajak, dilakukan dengan menyampaikan Surat Pernyataan Harta tanpa melampirkan fotokopi SPT PPh Terakhir.

  1. Bagaimana perlakuan Amnesti Pajak untuk warisan yang belum terbagi?

Jawaban: Warisan yang belum dibagi merupakan subjek pajak tersendiri yang pelaksanaan perpajakannya diwakili oleh ahli waris atau pengurus (NPWP masih sama dengan almarhum) sehingga untuk mengikuti program Amnesti Pajak adalah dengan diwakili oleh ahli waris atau pengurus tersebut dengan cara mengungkap harta tambahan yang ada.

  1. Wajib Pajak sudah jujur melaporkan seluruh penghasilan, hanya saja terdapat beberapa harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2015, apakah atas harta yang belum dilaporkan tersebut dapat mengikuti Amnesti Pajak?

Jawaban: Wajib Pajak dapat mengikuti Amnesti Pajak dengan mengungkapkan seluruh Harta yang belum dilaporkan di SPT melalui Surat Pernyataan Harta dan membayar Uang Tebusan dengan jumlah tertentu.

  1. WNI bekerja di luar negeri, memiliki harta di luar negeri dan dalam negeri, memiliki NPWP namun berada dan bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari. WNI tersebut ingin mengikuti Amnesti Pajak, bagaimana caranya? Harta mana saja yang dilaporkan?

Jawaban: Wajib Pajak yang berada dan bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari dan status NPWP-nya non-efektif, dapat mengikuti Amnesti Pajak dengan mengaktifkan kembali NPWP-nya.

Harta yang dilaporkan dalam Surat Penyataan Harta adalah harta yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.

  1. Kewajiban pajak apa saja yang diampuni?

Jawaban: Kewajiban pajak yang diampuni meliputi kewajiban PPh dan PPN atau PPN dan PPnBM

  1. Siapa saja yang termasuk UMKM? Apakah Orang Pribadi yang menjalankan usaha pekerjaan bebas termasuk dalam pengertian UMKM?

Jawaban: UU Amnesti Pajak mengatur tarif yang lebih rendah bagi WP baik Orang Pribadi atau Badan yang peredaran usahanya dalam setahun sampai dengan Rp4,8 Milyar, sepanjang peredaran usaha tersebut hanya berasal dari kegiatan usaha dan tidak menerima penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan/atau pekerjaan bebas.

  1. Bagaimana cara menghitung Uang Tebusan?

Jawaban: Uang Tebusan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Uang Tebusan.

Dasar Pengenaan Uang Tebusan dihitung berdasarkan nilai Harta Bersih yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir. Nilai Harta Bersih merupakan selisih antara nilai harta dikurangi nilai utang.

  1. WP melakukan deklarasi dalam negeri, namun sebelum 3 tahun WP tersebut mengalihkan harta ke luar negeri, bagaimana perlakuannya menurut UU Amnesti Pajak?

Jawaban: Ketika WP melakukan deklarasi dalam negeri maka tarif tebusan yang digunakan sesuai dengan ketentuan UU Amnesti Pajak yakni 2%, 3% atau 5% tergantung periode penyampaian Surat Pernyataan. Namun, apabila sebelum 3 tahun WP mengalihkan harta tersebut ke luar negeri maka atas seluruh Harta bersih tambahan yang tercantum dalam Surat Keterangan diperlakukan sebagai penghasilan Tahun Pajak 2016 dan dikenai pajak berserta sanksi administrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

  1. Utang yang mana yang dapat menjadi pengurang untuk menghitung nilai Harta bersih? Posisi per kapan? Utang siapa? Dan bagaimana pembuktian Utang yang berkaitan langsung dengan perolehan harta? Apa dokumen pendukung yang diperlukan?

Jawaban: Utang yang dapat menjadi pengurang untuk menghitung nilai Harta bersih adalah utang yang berkaitan langsung dengan perolehan harta. Utang dimaksud harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum kebenaran dan keberadaannya. Cara pembuktian utang dimaksud antara lain terdapat pengakuan bermeterai oleh pemberi pinjaman atau terdapat dokumen pendukung dari bank.  Cara untuk membuktikan bahwa Utang terkait perolehan harta adalah:

  1. Utang tersebut nyata-nyata diperoleh untuk tujuan tertentu (misalnya KPR, Kredit Kepemilikan Tanah, Kredit Kepemilikan Apartemen, Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor) dengan melampirkan sertifikat utang, atau:
  2. Untuk utang yang sifatnya umum (misalnya KTA), Wajib Pajak perlu membuat surat pernyataan bermaterai yang menyatakan bahwa utang tersebut diperuntukan untuk memperoleh Harta tambahan dimaksud.

Nilai Utang adalah nilai per 31 Desember 2015 atau akhir Tahun Pajak Terakhir.

  1. Utang yang mana yang bisa diklaim? Kalau fiktif bagaimana?

Jawaban: Utang yang dapat diakui adalah Utang yang benar-benar terjadi dan didukung dengan dokumen pendukung. Dalam hal utang yang diungkap adalah fiktif, dapat dilakukan pembetulan atas Surat Keterangan dengan menetapkan nilai Harta yang sebenarnya.

  1. Berapa maksimal utang yang dapat menjadi pengurang nilai Harta untuk menentukan nilai Harta bersih?

Jawaban: Utang yang bisa menjadi pengurang nilai harta maksimal adalah 75% dari nilai Harta untuk WP badan dan 50% dari nilai Harta untuk WP OP. Misalnya: PT A memiliki harta yang belum dilaporkan dalam SPT PPh sebesar Rp500 juta yang dibiayai sebagian besar dari utang sebesar Rp400juta. Maka utang yang bisa dikurangkan untuk menghitung nilai Harta bersih maksimal Rp500 juta x 75% =Rp375 juta. Jadi nilai Harta bersih sebagai DPP Uang Tebusan adalah Rp500 juta – Rp375 juta = Rp125 juta.

  1. Misal untuk kasus sebelumnya, berapa nilai utang yang diakui di neraca 2016 (misal Badan), apakah Rp400 juta atau Rp375 juta?

Jawaban: Penetapan maksimal utang hanya untuk kepentingan penghitungan uang tebusan, sedangkan untuk pengakuan di neraca tetap menggunakan nilai utang seluruhnya yaitu Rp400 juta.

  1. Harta siapa yang bisa diklaim? De facto atau de jure? Per kapan?

Jawaban: Amnesti Pajak sifatnya self assessment, sehingga harta yang akan dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta diserahkan kepada WP dan atas harta yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta tersebut  tidak perlu dilampiri dokumen pendukung.

  1. Bagaimana kalau asset dalam sengketa, siapa yang berhak mengakui aset tersebut apabila ingin mengikuti Amnesti Pajak?

Jawaban: Amnesti Pajak sifatnya self assessment, sehingga harta yang akan dilaporkan dalam Surat Pernyataan diserahkan kepada WP.

  1. Untuk asset trust apakah perlu dilaporkan?

Jawaban: Sepanjang asset trust tersebut diakui sebagai harta oleh trust yang bersangkutan, dapat dilaporkan sebagai Harta tambahan dalam Surat Pernyataan.

  1. Dalam hal suami-istri memiliki NPWP masing-masing, bagaimana perlakuannya apabila suami-istri tersebut ingin mengikuti Amnesti Pajak?

Jawaban: Dalam hal istri memilih untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sendiri maka pengajuan Amnesti Pajak dilakukan oleh masing-masing.

  1. Dalam hal suami-istri masing-masing memiliki NPWP dan mempunyai joint-account, bagaimana pelaporannya dalam Amnesti Pajak?

Jawaban: Besaran nilai joint-account untuk masing-masing diserahkan kepada WP dengan melampirkan surat pernyataan.

  1. Kalau suami WNA dan istri WNI bagaiimana?

Jawaban: Dalam hal suami merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri dan tidak ada perjanjian pisah harta, maka hanya suami yang mengikuti Amnesti Pajak. Dalam hal suami bukan Subjek Pajak Dalam Negeri dan tidak ada perjanjian pisah harta, maka tidak dapat mengikuti Amnesti Pajak.

  1. Bagaimana cara menilai harta tambahan?

Jawaban: Untuk harta berupa kas dinilai berdasarkan nilai nominal, Selain kas dinilai berdasarkan nilai wajar. Nilai wajar adalah nilai yang menggambarkan kondisi dan keadaan dari asset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.

  1. Apakah atas setiap Surat Pernyataan pasti diterbitkan Surat Keterangan?

Jawaban: Semua Surat Pernyataan yang disampaikan oleh Wajib Pajak akan diteliti kelengkapan dan kebenarannya sebelum diberikan tanda terima. Dalam hal tanda terima telah diberikan maka akan diterbitkan Surat Keterangan.

  1. Apakah Surat Pernyataan bisa dikuasakan penandatangannya?

Jawaban: Penandatangan Surat Pernyataan oleh Kuasa hanya berlaku bagi WP Badan. Sedangkan WP Orang Pribadi, wajib ditandatangani oleh WP langsung.

  1. Apakah untuk penyampaian Surat Pernyataan ke KPP dapat dikuasakan?

Jawaban: Penyampaian Surat Pernyataan bagi WP Badan dan WP OP dapat dikuasakan dengan menggunakan Surat Kuasa sesuai dengan KUH Perdata.

  1. Apakah selain surat pernyataan (misal surat komitmen untuk memasukkan harta, surat pernyataan peredaran dll) bisa dikuasakan penandatangannya?

Jawaban: Perlakuan mengenai penandatangan Surat selain Surat Pernyataan disamakan dengan ketentuan mengenai Surat Kuasa untuk menandatangani Surat Pernyataan

  1. Apakah surat pernyataan bisa disampaikan via pos?

Jawaban: Tidak bisa, harus disampaikan langsung ke KPP terdaftar (tidak bisa ke KPP selain KPP terdaftar) atau bagi yang di luar negeri hanya bisa ke KBRI Singapura, KBRI London, KJRI Hongkong

  1. Apabila sedang sengketa PK dan yang mengajukan PK adalah DJP bukan WP, apakah WP bisa ikut TA?  Dalam hal bisa, Tunggakan Pajak yang mana yang harus diselesaikan oleh WP? Apakah yang dalam putusan banding?

Jawaban: WP Bisa mengikuti TA sepanjang bukan yang dikecualikan oleh UU. DJP akan menarik PK yang diajukan. Posisi pokok pajak pada produk hukum terakhir dianggap sebagai tunggakan pajak yang harus dilunasi terlebih dahulu oleh Wajib Pajak.

  1. Apakah harta berupa saham dapat di repatriasi?

Jawaban: Repatriasi harus berbentuk uang yang ditentukan nilainya dalam mata uang rupiah. Untuk itu dalam hal WP memiliki harta dalam bentuk non uang di luar negeri dan hendak melakukan repatriasi, maka harta tersebut harus dalam bentuk uang yang ditentukan nilainya dalam mata uang rupiah dan diinvestasikan dalam instrument yang telah ditetapkan.

  1. WP mau mengalihkan uang dari suatu Negara ke Indonesia, Negara tersebut membuat regulasi bahwa tidak memungkinkan uang keluar dari Negara itu.Bagaimana agar WP memperoleht tarif repatriasi?

Jawaban: Apabila WP tidak dapat mengalihkan hartanya yang berada di luar negeri ke dalam negeri, maka WP harus melakukan deklarasi dengan tarif sesuai ketentuan

30.Tunggakan apa saja yang harus dibayar?

Jawaban: Tunggakan yang harus dibayar hanya atas pokok pajak saja. STP yang hanya atas sanksi administrasi tidak perlu dibayar. Dalam hal tunggakan dalam skp sudah dibayar sebagian, maka penentuan pokok yang belum dibayar menggunakan penghitungan secara proporsional.

  1. STP yang hanya mencantumkan sanksi administrasi yang sudah diterbitkan maupun kesalahan administrasi yang berpotensi STP namun belum diterbitkan STP bagaimana?

Jawaban: Atas STP yang hanya atas sanksi administrasi saja akan dihapuskan secara jabatan. Atas STP yang belum terbit, untuk WP yang telah memperoleh tanda terima atas Surat Pernyataan maka tidak perlu diterbitkan.

  1. Apakah harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan perlu didukung dengan data/dokumen kepemilikan?

Jawaban: Atas Harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan tidak perlu dilampiri bukti pendukung. WP hanya perlu mencatumkan informasi mengenai harta dalam Surat Pernyataan.

  1. Bagaimana bila harta yang diungkap dalam Surat Pernyataan masih atas nama orang lain?

Jawaban: Status kepemilikan Harta diserahkan pada Wajib Pajak dan dalam hal terdapat harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan masih atas nama orang lain, maka Surat Pernyataan dapat dilampiri Surat Pernyataan Nominee.

  1. Bagaimana perlakuannya dalam hal Wajib Pajak menyatakan repatriasi namun sampai batas waktu yang ditetapkan WP tidak melakukan repatriasi, atau Wajib Pajak melakukan repatriasi namun sebelum jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak dialihkan Harta dimaksud dialihkan ke luar negeri?

Jawaban: Dalam hal Wajib Pajak menyatakan repatriasi namun sampai batas waktu yang ditetapkan WP tidak melakukan repatriasi atau Wajib Pajak melakukan repatriasi namun sebelum jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak dialihkan Harta dimaksud dialihkan ke luar negeri maka atas Harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan diperlakukan sebagai penghasilan pada tahun 2016 dan dikenai pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

  1. Bagi WP yang memiliki NPWP tahun 2015 dan sebelumnya yang belum melaporkan SPT Tahunan PPh tahun 2015, terdapat  potensi moral hazard dengan cara menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun 2015 yang nilai hartanya telah digelembungkan sehingga Uang Tebusan yang harus dibayarkan menjadi rendah. Bagaimana cara mencegah hal ini?

Jawaban: Harta yang dicantumkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun 2015 harus mencerminkan harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh sebelum SPT PPh Tahun 2015 ditambah harta yang bersumber dari penghasilan tahun 2015.

  1. Sesuai dengan ketentuan, pokok tunggakan pajak harus dilunasi dalam hal WP mengikuti Amnesti Pajak, misalnya di kemudian hari baru ditemukan tunggakan pajak yang belum dibayar WP pada saat WP mennyampaikan Surat Pernyataan, apakah atas tunggakan pajak tersebut tetap dapat ditagih?

Jawaban: Atas pokok tunggakan pajak yang terbit sebelum Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan, tetap dapat ditagih sesuai dengan ketentuan

Update FAQ Amnesti Pajak Seri II Tanggal 29 Juli 2016

FAQ – Seri II

  1. Apakah atas PPN masukan yang belum di kreditkan dan belum dibiayakan dapat masuk ke Harta tambahan?

Jawaban:

  1. Dalam hal Wajib Pajak belum melaporkan harta yang diperolehnya di dalam SPT PPh Tahun Terakhir, maka Wajib Pajak dapat melaporkan hartanya di dalam Surat Pernyataan sesuai dengan nilai wajar (dengan dapat memperhitungkan PPN masukan yang belum di kreditkan atau dibiayakan)
  2. Dalam hal Wajib Pajak sudah pernah melaporkan harta yang dimaksud di dalam SPT Tahunan, maka PPN masukan atas harta tersebut tidak dapat menjadi dasar pengenaan uang tebusan
  3. Apakah yang dimaksud dengan nilai wajar aset yang dilaporkan dalam Harta tambahan

Jawaban: Nilai wajar adalah nilai menurut Wajib Pajak sendiri yang menggambarkan kondisi aset sejenis pada akhir Tahun Pajak Terakhir.

  1. Dokumen pendukung apa yang digunakan untuk membuktikan utang kepada individu?

Jawaban: Wajib Pajak harus melampirkan:

  1. surat pengakuan utang antara Wajib Pajak dan pihak pemberi pinjaman di hadapan notaris, atau
  2. surat pernyataan bermaterai yang ditanda tangani Wajib Pajak, pihak pemberi pinjamanm dan  saksi

Utang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum kebenaran dan keberadaannya dan digunakan langsung untuk memperoleh Harta tambahan.

  1. Apakah formulir surat pernyataan WP sudah tersedia?

Jawaban Formulir terkait pelaksanaan program amnesti pajak dapat diunduh di http://www.pajak.go.id/amnestipajak#download

  1. Apakah WP yang tidak bermaksud mengikuti amnesti pajak boleh melakukan pembetulan SPT 2015?

Jawaban: WP yang tidak mengikuti amnesti pajak dapat melakukan pembetulan SPT 2015 sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam UU KUP

  1. Untuk WP yang telah melaporkan SPT PPh Tahun 2015, permohonan amnesti pajak mengikuti dasar SPT yang mana?

Jawaban: Mengikuti SPT Tahun Pajak Terakhir sesuai UU amnesti pajak dalam kasus ini adalah SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2015

  1. Apa ada sanksi administrasi bagi WP yg tidak ikut amnesti pajak dan ditemukan datanya?

Jawaban: Ya. Dalam hal WP tidak mengikuti amnesti pajak dan diketemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan dalam SPT Penghasilan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan pada saat ditemukannya data dan/atau informasi tersebut dan dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak tersebut ditemukan paling lama dalam jangka 3 (tiga) tahun terhitung sejak UU Pengampunan Pajak mulai berlaku

  1. Pada saat hendak melakukan Amnesti Pajak, WP belum menyampaikan SPT PPh 2015. Harta apa yang harus dicantumkan dalam  SPT 2015? Bolehkan masuk harta yang belum pernah dilaporkan dalam SPT sebelumnya

Jawaban: Dalam hal SPT 2015 disampaikan setelah tanggal 1 Juli 2016 maka  SPT PPh Tahun Pajak 2015 hanya:

  1. Harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh terakhir sebelum Tahun Pajak 2015 (jika ada), dan
  2. Harta yang bersumber dari penghasilan Tahun Pajak 2015. Harta selain yang dimaksud angka 1 dan angka 2, harus diungkapkan sebagai Harta tambahan dalam Surat Pernyataan Harta

 

  1. WP sudah punya NPWP sebelum 2015 dan belum pernah menyampaikan SPT sekalipun. WP berniat ikut Amnesti Pajak, namun hendak mengungkapkan semua harta yang dimilikinya pada SPT Terakhir (2015), sehingga tidak ada lagi harta bersih yang akan diungkapkan di Surat Pernyataannya. Bagaimana perlakuannya?

Jawaban: Harta yang diungkapkan oleh WP tersebut dalam SPT PPh Terakhir adalah hanya Harta yang bersumber dari penghasilan pada Tahun Pajak Terakhir.

  1. Untuk nilai Harta yang berupa non kas, apakah menggunakan nilai historis atau nilai wajar?

Jawaban: Untuk Harta selain kas dihitung berdasarkan nilai wajar harta pada akhir tahun pajak terakhir.

  1. Dalam hal Tanggal Utang berbeda jauh dengan tanggal perolehan harta, apakah fiskus dapat menolak utang tersebut dimasukkan di dalam surat pernyataan?

Jawaban: Utang yang berkaitan dengan Harta tambahan adalah Utang yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum kebenaran dan keberadaannya yang digunakan langsung untuk memperoleh Harta tambahan tersebut.

  1. Apakah Karyawan atau dokter apakah bisa menggunakan tarif umkm?

Jawaban: Yang dapat memanfaatkan tarif Pasal 4 ayat (3) dalam UU Pengampunan Pajak adalah Wajib Pajak yang memiliki peredaran usaha hanya bersumber dari penghasilan atas kegiatan usaha s.d Rp4.8 miliar pada Tahun Pajak terakhir dan tidak menerima penghasilan tidak menerima penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan / atau pekerjaan bebas. Dengan demikian karyawan, dokter harus menggunakan tarif Pasal 4 ayat (1) UU amnesti pajak yaitu 2%, 3%, atau 5%  tergantung masa penyampaian Surat Pernyataan.

  1. Jika WP tidak ada upaya hukum yang sedang dilakukan apakah harus melampirkan surat pernyataan mencabut juga sebagai syarat dalam menyampaikan Surat Pernyataan?

Jawaban: Wajib Pajak tidak perlu melampirkan surat pernyataan mencabut upaya hukum jika tidak sedang mengajukan upaya hukum.

  1. Apakah yang dimaksud dengan Harta yang belum seluruhnya dilaporkan. Apakah selisih nilai harta yang telah dilaporkan dalam SPT, boleh dinyatakan dalam Surat Pernyataan untuk mengajukan Amnesti Pajak?

Jawaban: Pengertian Harta yang belum seluruhnya dilaporkan adalah apabila terdapat Harta yang belum diungkap dalam SPT yang telah dilaporkan oleh Wajib Pajak. Pada prinsipnya hanya Harta tambahan baru yang boleh diungkapkan dalam Surat Peryataan sedangkan selisih nilai dapat diajukan revaluasi aset melalui KPP tempat Wajib Pajak diadministrasikan

  1. Apakah harta yang sudah dilaporkan di SPT dikarenakan perubahan nilai pasar boleh diikutkan Amnesti Pajak?

Jawaban: Hanya Harta tambahan baru yang dapat diikutkan dalam program ini sedangkan untuk perubahan nilai pasar dapat diajukan revaluasi aktiva tetap melalui KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

  1. Tuan A sudah melapor tabungan senilai Rp.700.000.0000,- dalam SPT PPh Tahun Pajak terakhir. Dalam laporan mutasi buku tabungan Tuan A tercatat saldo beserta bunga pada 31 Desember 2015 senilai Rp.890.000.000,-. Berapakah yang menajdi objek pengampunan pajak?

Jawaban: Atas tabungan senilai Rp.190.000.000 merupakan harta yang belum dilaporkan dan dapat diungkapkan dalam surat pernyataan harta.

  1. Deposito Dalam Negeri dalam bentuk valas sudah dilaporkan di SPT 2015 sesuai kondisi Desember 2015, apakah boleh ikut TA? Apakah selisih kurs akibat dampak perbedaan kurs merupakan Harta tambahan yang menjadi objek Pengampunan Pajak?

Jawaban: Dalam hal tidak terdapat penambahan dalam deposito valas tersebut, maka tidak ada Harta tambahan atas deposito sebagai objek Amnesti Pajak.

Dalam Ketentuan Pengampunan Pajak diatur dalam hal terdapat Harta tambahan yang menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, nilai Harta tambahan ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir.

  1. Bagaimana perlakuan atas kenaikan harga tanah yang atas tanah tersebut pernah dilaporkan sebelumnya dalam SPT Tahunan PPh, walaupun tidak ada penambahan aset atas tanah tersebut.

Jawaban: Kenaikan nilai tanah yang hanya diakibatkan kenaikan harga tanah per meter dan bukan diakibatkan penambahan Harta atas tanah tersebut, bukan merupakan objek pajak Amnesti Pajak.

  1. Wajib Pajak membangun tempat usaha (bangunan baru) diatas tanah kosong yang ada bangunan lamanya. Wajib Pajak pernah melaporkan kepemilikan tanah dalam SPT Tahunan PPh. Apakah atas bangunan baru perlu di laporkan dalam Surat Pernyataan?

Jawaban: Atas bangunan baru dan bangunan lama yang belum dilaporkan tersebut merupakan objek Amnesti Pajak yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta

  1. Wajib Pajak melakukan penambahan kapasitas gudang dengan cara memperluas gudang dari sebelumnya 300 meter menjadi 1000 meter di tahun 2014. Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan di tahun 2012 dengan mencantumkan gudang tersebut (300 meter). Wajib Pajak belum pernah menyampaikan SPT Tahunan sejak 2013. Bagaimana perlakuan Amnesti Pajak atas harta tersebut?

Jawaban: Atas tambahan berupa gudang yang lebih luas merupaka objek Amnesti Pajak yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta. Objek Amnesti Pajaknya sebesar nilai wajar dari perluasan bangunan yang dilakukan pada akhir Tahun Pajak SPT Terakhir.

  1. Pengusaha memiliki omset s.d. 4,8 Milyar dan mempunyai harta di luar negeri yang tidak dilakukan repatriasi (WP memilih untuk deklarasi luar negeri). Tarif mana yang dikenakan atas harta yang akan menjadi objek Amnesti Pajak.

Jawaban: Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 yang hanya bersumber dari penghasilan atas kegiatan usaha dan tidak menerima penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan/ atau pekerjaan bebas berhak mendapatkan tarif khusus (2% atau 0,5%) sebagaimana dimaksud Pasal 4 (3) UU Pengampunan Pajak. Tarif tersebut berlaku bagi seluruh Harta Tambahan Wajib Pajak yang bersangkutan.

  1. Wajib Pajak terakhir menyampaikan SPT Tahunan PPh di Tahun Pajak 2010, kemudian berniat mengikuti Amnesti Pajak. Berapa nilai harta yang harus dicantumkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2015 dan Surat Pernyataan?

Jawaban: Nilai harta yang dicantumkan dalam SPT Tahun Pajak 2015 adalah

  1. nilai Harta sebagaimana tercantum dalam SPT Tahun Pajak 2010 ditambah dengan
  2. Nilai Harta yang bersumber dari penghasilan Tahun Pajak 2015.

Atas harta selain a dan b dicantumkan sebagai Harta Tambahan dalam Surat Pernyataan.

  1. Harta yang diperoleh sejak kapan yang bisa diikutkan Amnesti Pajak?

Jawaban: Sepanjang Harta belum dilaporkan sampai dengan Tahun Pajak Terakhir, maka Harta tersebut boleh diajukan sebagai objek Amnesti Pajak.

  1. Apakah Harta bersama atas Wajib Pajak suami istri yang memilih melakukan pisah harta dapat diikutkan dalam Amnesti Pajak?

Jawaban: Harta bersama dapat diikutkan dalam program Amnesti Pajak oleh masing masing Wajib Pajak (suami dan istri) sesuai dengan proporsi kepemilikan yang dimiliki atau kesepakatan kedua belah pihak atas pengakuan harta tersebut.

  1. Apa yang dimaksud dengan Surat Pengakuan Kepemilikan Harta dan Surat Pengakuan Nominee

Jawaban: Surat Pengakuan Kepemilikan Harta adalah surat pengakuan bahwa Wajib Pajak yang memiliki Harta yang diatasnamakan nama orang lain, sedangkan  Surat Pengakuan Nominee adalah surat pengakuan dari pihak yang diatasnamakan dalam harta berupa saham, tanah, dan/atau bangunan yang tercantum dalam SURAT PENGAKUAN KEPEMILIKAN HARTA.

  1. Apakah atas harta yang dimiliki namun masih atas nama orang lain harus diganti namanya untuk dilaporkan surat dalam pernyataan harta?

Jawaban: Wajib Pajak tidak perlu langsung membalik nama atas harta tersebut namun dapat menyampaikan surat pengakuan nominee dan surat pengakuan kepemilikan oleh pihak lainnya pada saat menyampaikan Surat Pernyataan.

  1. Bagaimana menilai harga rumah yang mau diikutkan program Amnesti Pajak?

Jawaban: Nilai Rumah tersebut dihitung berdasarkan nilai wajar sesuai dengan perhitungan Wajib Pajak.

  1. Apakah atas Harta berupa tanah yang disertakan dalam program Amnesti Pajak pada saat akan dibaliknamakan dihadapan notaris memerlukan SKB?

Jawaban: SKB diperlukan sebagai syarat pembebasan PPh Final atas pengalihan Tanah dan/atau bangunan yang telah mendapat Surat Keterangan, sepanjang pengalihan tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2017.

  1. Apakah harta yang bersumber dari penghasilan Luar Negeri menjadi objek amnesti pajak juga?

Jawaban: Wajib Pajak dapat mengungkapkan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, termasuk harta yang berasal dari penghasilan luar negeri.

  1. Apakah investasi dalam program asuransi kesehatan dapat menjadi objek Amnesti Pajak? Berapa nilai yang harus diungkapkan? Apakah sebesar investasi yang akan diterima di masa depan atau nilai premi yang sudah dibayar?

Jawaban: Investasi dalam bentuk asuransi kesehatan yang berbentuk unit link merupakan harta dalam bentuk non cash. Untuk itu, pengungkapan nilainya sebesar nilai wajar atas investasi dalam program tersebut.

  1. Apakah terdapat fasilitas pembebasan BPHTB untuk kewajiban balik nama atas Harta dalam bentuk Tanah dan/atau Bangunan yang dilakukan sampai dengan Desember 2017?

Jawaban: BPHTB tidak termasuk fasilitas  yang dibebaskan dalam UU Pengampunan Pajak

  1. KPP sedang melakukan pemeriksaan atas WP yang memiliki kenaikan omzet dari 2013 s.d. 2014 sebesar 30M. WP dimaksud berniat untuk mengikuti program Amesti Pajak. Bolehkah KPP tetap melanjutkan pemeriksaan?

Jawaban: Pada saat Wajib Pajak telah memperoleh tanda terima Surat Pernyataan maka proses pemeriksaan ditangguhkan dan pada saat Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keterangan maka pemeriksaan harus dihentikan.

  1. Apabila WP tidak berkenan dengan skema Pasal 18 PMK 118 Tahun 2016 (ketentuan mengenai penyampaian SPT Tahunan PPh terakhir), apakah WP boleh membetulkan SPT PPH Tahun 2011 sd 2014?

Jawaban: Pembetulan SPT merupakan hak Wajib Pajak, namun apabila SPT Tahun Pajak 2015 disampaikan setelah tanggal 1 Juli 2016 dan Wajib Pajak mengikuti program amnesti pajak ini maka Pasal 18 PMK 118 berlaku.

  1. Apakah pembetulan SPT PPh 2015 yang dilakukan sebelum berlakunya UU Pengampunan pajak atas harta yang dilaporkan dalam SPT tersebut dapat diperhitungkan dalam Surat Pernyataan?

Jawaban: SPT Pembetulan  yang dilaporkan ke KPP  sebelum tanggal 1 Juli 2016 adalah SPT yang sah sehingga nilai Harta bersih yang telah dilaporkan dalam SPT pembetulan tersebut, dapat diperhitungkan dalam pengungkapan Harta pada Surat Pernyataan.

  1. Wajib Pajak memiliki Harta berupa rumah yang diperoleh pada tahun 2000 sebesar 1 Miliar yang kini nilai pasarnya adalah sebesar 3M. Atas Harta tersebut belum pernah dilaporkan dalam SPT. Bagaimana Wajib Pajak harus melaporkannya?

Jawaban: Dalam UU Pengampunan Pajak, untuk Harta tambahan selain kas dinilai sebesar nilai wajarnya.

  1. Apakah penyampaian Surat Pernyataan dapat dikuasakan?

Jawaban: Penyampaian Permohonan dalam program Amnesti Pajak dapat dikuasakan dengan menggunakan Surat Kuasa Khusus sesuai ketentuan perdata.

  1. Apakah penandatanganan surat permohonan orang pribadi dapat diwakilkan?

Jawaban: Penandatanganan Surat Pernyataan harus dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi sendiri.

  1. Apakah permintaan data (misalnya tunggakan Pajak) untuk keperluan amnesti pajak dapat diwakilkan?

Jawaban: Permintaan data dapat diwakilkan dengan menggunakan Surat Kuasa Khusus

  1. Apakah nilai 4,8M hanya berlaku untuk Wajib Pajak OP saja atau berlaku juga untuk WP Badan?

Jawaban: Yang dapat memanfaatkan tarif Pasal 4 ayat (3) dalam UU Pengampunan Pajak adalah Wajib Pajak, baik Orang Pribadi atau Badan, sepanjang memiliki peredaran usaha hanya bersumber dari penghasilan atas kegiatan usaha s.d Rp4.8 miliar pada Tahun Pajak terakhir dan tidak menerima penghasilan tidak menerima penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan / atau pekerjaan bebas.

  1. Apabila harta telah dilaporkan dalam SPT, apakah dapat dilaporkan lagi dalam Amnesti Pajak?

Jawaban: Harta yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan hanya harta yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT.

  1. Atas Warisan orang tua kepada anak yang belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan, siapa yang berhak mengajukan Amnesti Pajak?

Jawaban: Dalam hal Warisan tersebut belum terbagi, maka atas harta Warisan tersebut dapat diikutkan dalam program Amnesti Pajak dengan menggunakan Subjek Pajak Warisan Yang Belum terbagi sebagai Subjek Pajak menggantikan yang berhak. Pelaksaannya dilakukan oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta warisan tersebut (Keterangan: NPWP Subjek Pajak Warisan Yang Belum terbagi adalah sama dengan NPWP Almarhum.

Dalam hal Warisan sudah terbagi, maka yang mengajukan amnesti pajak adalah masing-masing ahli waris yang mendapatkan harta berupa warisan tersebut.

  1. Surat Tagihan Pajak (STP) apa yang masuk pengertian Tunggakan Pajak dalam UU Pengampunan Pajak?

Jawaban: STP yang masuk pengertian Tunggakan Pajak adalah STP  yang didalamnya mengandung pokok pajak, misalnya STP atas pembayaran PPh Pasal 25 yang tidak dibayar oleh Wajib Pajak. Wajib Pajak perlu membayar atas Tunggakan Pajak yang berupa pokok pajaknya saja.

  1. Apakah untuk melakukan repatriasi harta dari luar negeri harus dilakukan dalam bentuk cash?

Jawaban: Harta yang akan dilakukan repatriasi harus dalam bentuk cash, dengan demikian atas bentuk non kas yang ada di luar negeri harus dialihkan dan atas uang hasil pengalihan harus diinvestasikan sesuai ketentuan di dalam UU Pengampunan Pajak. Sebagai contoh Wajib Pajak memiliki apartemen di Singapura dan ingin mengikuti program Amnesti Pajak dan memanfaatkan tarif repatriasi. Untuk itu Wajib Pajak dapat menjual apartemen tersebut hasil penjualannya dimasukan kedalam rekening khusus pada Bank Persepsi di dalam negeri.

  1. Jika WP Orang Pribadi mengalami sakit stroke, apakah Surat Pernyataan boleh dikuasakan? Bolehkah diganti dengan cap jempol?

Jawaban: Dalam hal keadaan khusus, tanda tangan dapat diganti dengan bentuk yang lain yang sah secara hukum, dalam rangka memberikan hak yang sama kepada semua Wajib Pajak

  1. Apabila di tahun 2016 Wajib Pajak tidak mengikuti Amnesti Pajak, dan berniat mengikuti amnesti pajak pada periode ketiga pengampunan pajak (1 januari 2017 s.d 31 maret 2017), apakah SPT Tahun Pajak Terakhirnya menggunakan SPT 2015 atau 2016?

Jawaban: SPT Tahun Pajak 2015

  1. Berapa Utang yang dapat diakui dalam penghitungan Uang Tebusan?

Jawaban: Untuk penghitungan Uang Tebusan, nilai Utang yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta tambahan :

  1. Bagi WP badan paling banyak 75% dari nilai Harta tambahan;
  2. Bagi WP OP paling banyak 50% dari nilai Harta tambahan.
  3. Apakah nilai 10 miliar sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (3) UU Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya kurang dari 4,8 miliar merupakan nilai harta keseluruhan atau nilai Harta tambahan yang belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh?

Jawaban: Nilai 10 miliar dalam Pasal 4 (3) UU Pengampunan Pajak merupakan nilai keseluruhan Harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, yang terdiri dari:

  1. Harta yang sudah diungkapkan dalam SPT PPh Terakhir; dan
  2. Harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir
  3. Bagaimana WP membuktikan pokok utang atas utang yang diberikan dari sesama Wajib Pajak orang pribadi

Jawaban: Wajib Pajak perlu membuat surat pernyataan yang sah mengenai pengakuan utang oleh kedua belah pihak.

  1. Apakah kewajiban PPh, PPN, dan PPN atau PPn BM dihapuskan bagi Wajib Pajak yang mengikuti program amnesti pajak?

Jawaban: Bagi Wajib Pajak yang mengikuti program amnesti pajak  dan telah mendapatkan Surat Keterangan, maka dihapus pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi dan sanksi pidana dibidang perpajakan atas kewajiban PPh, PPN, dan/atau PPn BM untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, Tahun Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir.

  1. WP berniat mengikuti amnesti pajak, namun atas harta tersebut akan dijual 2 bulan lagi. Bagaimana perlakuan pajak atas harta tersebut

Jawaban: Dalam harta tersebut diungkapkan dalam Surat Pernyataan dalam skema deklarasi dalam negeri atau repatriasi, maka harta tersebut tidak boleh dialihkan ke luar negeri selama tiga tahun. Dengan demikian harta tersebut boleh dijual, namun hasil penjualannya tidak dialihkan ke luar negeri.

  1. WP Orang Pribadi membeli apartemen dengan cara mencicil ke perusahaan. Apakah atas harta tersebut dapat diajukan amnesti pajak.

Jawaban: Apartemen tersebut dapat diikutsertakan dalam program Amnesti Pajak sepanjang belum dilaporkan dalam SPT PPh tahun pajak terakhir.

  1. Apakah yang dimaksud dengan Tunggakan Pajak yang wajib dilunasi sebelum penyampaian Surat Pernyataan?

Tunggakan Pajak dalam UU Pengampunan Pajak adalah jumlah pokok pajak yang belum dilunasi berdasarkan Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah termasuk pajak yang seharusnya tidak dikembalikan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Jawaban: Yang wajib dilunasi adalah Tunggakan Pajak untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, Tahun Pajak sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir yang terbit sebelum Wajib Pajak mendapatkan Tanda Terima atas penyampaian Surat Pernyataan meliputi Utang Pajak pusat ataupun cabang.

  1. WP X melaporkan SPT tahun 2011 sampai dengan 2015 setelah UU amnesti pajak berlaku tanpa berniat ikut Amnesti Pajak. Setelah penyampaian SPT tersebut, Wajib Pajak berniat ikut TA. Terdapat kemungkinan Wajib Pajak berniat mengecilkan uang tebusan karena harta tambahan yang diikutkan amnesti pajak menjadi kecil. Apakah atas SPT Tahunan PPh Tahun 2011 sampai dengan 2015 tersebut diakui?

Jawaban: Pada saat Wajib Pajak mengikuti program Amensti Pajak, SPT PPh yang diakui adalah hanya SPT PPh Terakhir sesuai ketentuan Pasal 18 PMK Nomor 118/PMK.03 Tahun 2016. Harta yang berasal diluar penghasilan Tahun Pajak 2015 diakui sebagai Harta Tambahan yang harus diungkapkan dalam Surat Pernyataan. SPT Tahunan Tahun 2015 yang telah disampaikan tidak perlu diperbaiki.

  1. Bagaimana perlakukan Wajib Pajak jika ingin mengikuti program amnesti pajak namun sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan.

Jawaban: WP yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan harus meminta perhitungan pokok pajak terutang ke unit pelaksana pemeriksaan.

Berdasarkan perhitungan pokok pajak terutang dari unit pelaksana pemeriksaan bukti permulaan, Wajib Pajak harus melunasi paling lambat 14 hari setelah diterimanya perhitungan tersebut.  Setelah WP melunasi pokok pajak terutang, WP pajak dapat mengikuti program Amnesti Pajak.

  1. Apakah Harta yang tidak ada dokumen pendukungnya dapat diajukan sebagai objek amnesti pajak? Bagaimana dengan utang?

Jawaban: Harta yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan harus terdapat dokumen pendukung, namun tidak perlu dilampirkan dalam surat pernyataan. Dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai dokumen pendukung tesebut, Wajib Pajak perlu membuat Surat Pernyataan mengenai Kepemilikan Harta tersebut.

Harta yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan menjadi nilai perolehan dalam SPT Tahun berikutnya. Pengujian mengenai eksistensi/keberadaan harta (bukan pengujian nilai harta) dapat dilakukan setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahun Pajak 2016 atau 2017

  1. Bagaimana perlakuan tanah yang dimiliki Wajib Pajak namun masih atas nama nenek yang sudah meninggal?

Jawaban: Atas tanah tersebut dapat diikut sertakan dalam program amnesti pajak sepanjang tanah tersebut merupakan milik Wajib Pajak. Tanah harus dibaliknamakan sebelum 31 Desember 2017 jika WP ingin mendapat fasilitas pembebasan PPh atas pengalihan tanah.

  1. Bagaimana format surat pengakuan kepemilikian harta dan surat pengakuan nominee?

Jawaban: Undang-undang Pengampunan Pajak dan aturan pelaksanaannya tidak mengatur secara khusus format surat pengakuan kepemilikan harta dan surat pengakuan nominee.

  1. Apakah harta yang masih atas nama WP Orang Pribadi harus dibaliknamakan apabila yang akan mengajukan Amnesti Pajak adalah WP Badan?

Jawaban: Pihak yang mengajukan program Amnesti Pajak yang mengungkapkan harta miliknya namun masih atas nama pihak lain, pada saat pengajuan Surat Pernyataan dapat melampirkan Surat Pengakuan Nominee dan Surat Pengakuan Kepemilikan Harta.

  1. Apakah uang tebusan dapat dicicil?

Jawaban: Pembayaran Uang Tebusan dapat dicicil. Namun pada pada saat penyampaian Surat Pernyataan, Uang Tebusan sudah harus lunas. Jika belum lunas, Surat Pernyataan tidak dapat diterima.

  1. Bagaimana perlakuan atas SKP terbit dihari yg sama dengan diberikannya tanda terima atas Surat Pernyataan?

Jawaban: Sepanjang tanda terima atas Surat Pernyataan belum diterbitkan maka pokok pajak yang tercantum dalam SKP wajib dilunasi terlebih dahulu, dan sebaliknya, apabila Tanda Terima sudah terbit sebelum SKP, maka pokok pajak dalam SKP tidak perlu dibayar.

  1. Apakah Surat Pengakuan Nominee dan Surat Pengakuan Kepemilikan Harta perlu dimasukkan dalam softcopy?

Jawaban: Selain wajib menyerahkan dalam bentuk hardcopy, Wajib Pajak juga dapat menambahkan dan memberikan softcopy Surat Pengakuan Nominee dan Surat Pengakuan Kepemilikan Harta ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

  1. Apakah ada kriteria tertentu yang mewajibkan WP untuk menggunakan softcopy?
  2. Apakah Wajib Pajak boleh mengajukan permohonan secara manual (tidak menyertakan softcopy) atau wajib dengan softcopy?

Jawaban: Setiap Wajib Pajak yang mengikuti program Amnesti Pajak wajib menyertakan Daftar rincian Harta dan daftar rincian Utang dalam bentuk softcopy dan hardcopy

Update FAQ Amnesti Pajak Seri III Tanggal 1 Agustus 2016

FAQ – SERI III
 
1. Wajib Pajak menyatakan bahwa ia bekerja di luar negeri, mendapatkan penghasilan dari luar negeri, dipotong pajaknya di luar negeri, dan membeli hartanya di luar negeri. Dengan kondisi tersebut, apakah dia Wajib pajak tersebut harus ikut pengampunan pajak?
    Jawaban:
    Sepanjang Wajib Pajak memiliki kewajiban menyampaikan SPT dan memiliki Harta yang belum diungkapkan dalam SPT Tahunan, maka Harta tersebut dapat diungkapkan melalui Surat Pernyataan.

 

Perlu diketahui, Indonesia menganut paham world wide income bagi Wajib Pajak dalam negeri sehingga seluruh penghasilan yang diterimanya baik di dalam maupun luar negeri. Atas penghasilan di luar negeri yang telah dikenai pajak, maka pajak tersebut dapat dikreditkan sesuai ketentuan dalam Pasal 24 UU PPh dan aturan pelaksanaannya.

 

Berdasarkan prinsip tersebut, Wajib Pajak dalam negeri yang bukan berstatus Non Efektif (NE), masih perlu menyampaikan SPT Tahunan PPh secara benar, lengkap, dan jelas, yang di dalamnya turut mencantumkan penghasilan yang diterimanya maupun harta dimilikinya baik di dalam maupun di luar negeri.

   
2. Apakah Harta yang dimaksud di Amnesti Pajak sama dengan pengertian Harta yang dimasukkan dalam neraca? Sebagai contoh, apakah sewa dibayar dimuka dapat menjadi objek Amnesti Pajak.
    Jawaban:
    Harta meliputi yg dimasukkan dalam neraca, termasuk sewa dibayar dimuka.
   
3. Apakah dokumen pendukung Utang berlaku hanya untuk Utang Tambahan atau keseluruhan Utang (termasuk yang sudah dilaporkan di SPT Terakhir)
    Jawaban:
    Dokumen pendukung Utang berlaku hanya untuk Utang Tambahan yang belum diungkap dalam SPT PPh Tahunan Terakhir.
   
4. Apakah informasi kepemilikan harta berlaku hanya untuk Harta Tambahan atau keseluruhan Harta (termasuk yang sudah dilaporkan di SPT Terakhir)
    Jawaban:
    Informasi kepemilikan Harta berlaku hanya untuk Harta baru yang belum diungkap dalam SPT PPh Tahunan Terakhir.
     
5. Apakah setiap Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP diwajibkan SIUP?
    Jawaban:
    Kewajiban pencantuman nomor SIUP dalam Surat Pernyataan hanya bagi Wajib Pajak yang sebelumnya telah memiliki SIUP.
     
6. Bagaimana pelakuan Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) yang mengelola aset milik negara.
    Jawaban:
    Aset K3S yang tidak dimiliki oleh WP tidak dapat diajukan pengampunan pajak.
     
7. Aset Wajib Pajak yang mempunyai Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)  boleh mengikuti Pengampunan Pajak
    Jawaban:
    Atas Harta yang dimiliki WP PKP2B maka dapat diajukan Pengampunan Pajak, termasuk Harta tidak berwujud.
     
8. WP sudah mencantumkan Harta dalam SPT PPh Tahunan terakhir, namun Nama Harta salah. Misal Apartemen dicatat rumah, tabungan dicatat deposito, apakah atas Rumah atau deposito merupakan Harta tambahan yg dapat diajukan TA?
    Jawaban:
    Dalam hal kesalahan tersebut murni karena Wajib Pajak salah mengkategorikan jenis harta di dalam SPT PPh Terakhir, harta tersebut direklasifikasi dalam lampiran Surat Pernyataan Harta, bagian “Nilai Harta Yang Dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir”, dan memberi penjelasan dalam kolom keterangan bahwa Harta tersebut sebelumnya telah dicatat sebagai (…) dalam SPT PPh. Adapun nilai Harta harus sama dengan yang tercantum dalam SPT.
     
9. Bagaimana jika diketemukan data dan/informasi mengenai Harta WP yang belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan, namun secara fisik harta tersebut sudah bukan atas nama Wajib Pajak lagi. Sebagai contoh, Wajib Pajak ikut TA, namun sengaja tidak melaporkan harta berupa kendaraan antik senilai 1 miliar yang diperoleh di tahun 2013. Wajib Pajak menjual kendaraan tersebut pada tahun 2018. Informasi mengenai penjualan tersebut baru diterima fiskus di tahun 2019. Dapatkah fiskus mengenakan ketentuan Pasal 18 PMK 118?
    Jawaban:
    Atas data/informasi mengenai Harta milik WP yang pada saat akhir SPT Terakhir belum diungkapkan pada Surat Pernyataan maupun SPT Tahunan PPh Terakhir, dianggap sebagai penghasilan pada saat ditemukannya data/info tersebut, meskipun Harta tersebut sudah bukan lagi atas nama WP.

 

Update FAQ Amnesti Pajak Seri IV Tanggal 5 Agustus 2016

SERI IV  
     
  1. Apakah Warisan atau Hibah tertentu yang pada dasarnya bukan objek Pajak sesuai Pasal 4 ayat (3) UU PPh  merupakan Harta yang dapat dijadikan Objek Pengampunan Pajak berdasarkan UU Pengampunan Pajak?  
      Jawaban:  
      Ya. Harta yang menjadi objek Pengampunan Pajak adalah seluruh  akumulasi  tambahan  kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.

 

 
      Perlu diketahui bahwa setiap Wajib Pajak perlu menyampaikan SPT Tahunan PPh dengan benar, lengkap, dan jelas, termasuk seluruh harta yang dimilikinya baik yang berasal dari Penghasilan yang merupakan objek PPh atau dikecualikan dari objek PPh. Dengan, demikian, warisan/hibah termasuk harta yang dapat menjadi objek Pengampunan Pajak sepanjang belum dicantumkan dalam SPT PPh Terakhir atau sebelumnya.  
         
  2. WP menyatakan bahwa nilai utang yang dilaporkan lebih tinggi dari yang seharusnya.  
      Jawaban:  
      Pengampunan Pajak bukan mekanisme untuk pembetulan SPT, termasuk di dalamnya perubahan penyajian nilai suatu Harta maupun Hutang. Angka Utang yang dilapor SPT menjadi nilai Utang yang sudah dilapor di SPT yang menjadi bagian dari Surat Pernyataan Harta. Perubahan nilai Utang (baik dikarenakan karena pembayaran, penghapusan piutang oleh kreditur, kesalahan penyajian, dan sebagainya) wajib digambarkan pada SPT Tahunan berikutnya setelah SPT Tahunan PPh Tahun Terakhir disampaikan.  
         
  3. Bagaimana dengan perlakuan asuransi jiwa, asuranasi kesehatan, asuransi pendidikan untuk anak, asuransi unit link.  
      Jawaban:  
      Asuransi yang mengandung nilai investasi maupun manfaat pasti (misalnya manfaat yang diterima ketika penerima manfaat mencapai umur tertentu atau kondisi tertentu yang pasti) dianggap sebagai Harta. Dengan demikian asuransi pendidikan, asuransi unit link merupakan Harta yang dapat disertakan dalam program Pengampunan Pajak.  
      Atas Asuransi jiwa, Asuransi Kesehatan, Asuransi kerugian  yang tidak mengandung nilai investasi pada dasarnya bukan menjadi Harta yang dapat disertakan dalam program pengampunan pajak, kecuali yang diperlakukan sebagai asset oleh Wajib Pajak. Nilai asuransi dicatat sebesar premi yang sesungguhnya telah dibayarkan oleh Wajib Pajak  
         
  4. Apakah atas Harta Tambahan yang berupa persediaan perlu dirinci satu persatu?  
      Jawaban:  
      Atas Harta Tambahan berupa persediaan dapat dilakukan secara kumulatif  
         
  5. Apakah atas Utang Tambahan sehubungan persediaan perlu dirinci satu persatu?  
      Jawaban:  
      Atas Utang Tambahan sehubungan persediaan dapat dilakukan secara kumulatif  
         
  6. Apakah atas Harta tambahan yang telah mendapat Pengampunan Pajak dapat disusutkan sesuai ketentuan UU PPh?  
      Jawaban:  
      Sesuai dengan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU tentang Pengampunan Pajak:  
      Atas harta  tambahan  yang  diungkapkan  dalam  Surat Pernyataan yang berupa aktiva tidak berwujud, tidak dapat diamortisasi untuk tujuan perpajakan.  
      Atas harta  tambahan  yang  diungkapkan  dalam  Surat Pernyataan yang berupa aktiva berwujud, tidak dapat disusutkan untuk tujuan perpajakan  
           
  7. Bagaimana dalam hal Harta tambahan yang tidak disusutkan sesuai UU Pengampunan Pajak tersebut tersebut dialihkan atau dijual?    
      Jawaban:    
      Sebagai Konsekuensi dari Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Pengampunan Pajak, nilai yang sesungguhnya diterima atau jumlah yang seharusnya diterima dalam hal terdapat hubungan istimewa, sehubungan pengalihan/penjualan harta tersebut merupakan Objek Pajak PPh.    
           
  8.  Dalam hal hasil penjualan/pengalihan atas Harta Tambahan tersebut digunakan untuk membeli harta baru yang dapat disusutkan, apakah ketentuan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Pengampunan Pajak berlaku ?    
      Jawaban:    
      Ketentuan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Pengampunan Pajak tidak berlaku bagi harta baru yang diperoleh oleh Wajib Pajak.    
           
  9. Apakah ketentuan dalam Pasal 18 PMK Nomor 118/PMK.03/2016 mengenai kewajiban Wajib Pajak  dalam melaporkan SPT PPh Terakhir yang:

– mencerminkan Harta yang telah dilaporkan dalam  SPT sebelum SPT  PPh  Terakhir  yang disampaikan  sebelum  UU Pengampunan Pajak berlaku, dan

– Harta yang bersumber dari penghasilan pada Tahun Pajak Terakhir berlaku untuk semua Wajib Pajak.

   
      Jawaban:    
      Ketentuan ini berlaku bagi Wajib Pajak yang ingin mengikuti program Pengampunan Pajak.    
           
  10. Apakah  ketentuan dalam Pasal 18 PMK Nomor 118/PMK.03/2016 berlaku untuk laporan keuangan Wajib Pajak yang diwajibkan pembukuan?    
      Jawaban:    
      Ketentuan Pasal 18 PMK Nomor 118/PMK.03/2016 berlaku dalam pengisian SPT PPh Terakhir. Pembukuan wajib pajak berlaku ketentuan umum. Laporan keuangan dapat disampaikan sesuai dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan.    
           
  11. WP telah memiliki NPWP di Tahun 2013. WP baru pertama kali menyampaikan SPT PPh Tahun 2015 pada 1 Agustus 2016 dengan tidak mengikuti ketentuan pada Pasal 18 PMK Nomor 118/PMK.03/2016 karena WP tidak berniat mengikuti Pengampunan Pajak.     
    Pada 1 November 2016, WP mengikuti program Pengampunan Pajak. Bagaimana perlakuan SPT PPh Tahun 2015 tersebut?    
      Jawaban:    
      Atas SPT PPh yang telah disampaikan tersebut tetap diterima sebagai SPT PPh Terakhir, namun pengisian Surat Pernyataan Harta sesuai ketentuan dalam Pasal 18 PMK Nomor 118/PMK.03/2016.    
      Dengan demikian atas Harta yang dimiliki selain yang berasal dari penghasilan pada Tahun Pajak 2015, harus diungkapkan sebagai Harta tambahan dalam Surat Pernyataan.    
           
  12. 1. Bolehkan saat ini Wajib Pajak menyampaikan SPT PPh Tahun 2015 kebawah (2014, 2013, dst.) setelah UU Pengampunan Pajak berlaku  
    2. Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan dapatkan harta yang telah disampaikan dalam SPT PPh Tahun 2015 kebawah tersebut dianggap sebagai Harta yang telah dilaporkan dalam SPT?  
      Jawaban:    
      1. Boleh    
      2. Ketentuan Pasal 18 PMK Nomor 118/PMK.03/2016 berlaku.  Dengan demikian, harta yang telah dilaporkan dalam SPT PPh Tahun 2015 kebawah (2014, 2013, dst.) tersebut, masuk kedalam Harta Tambahan yang belum pernah dilaporkan SPT PPh Terakhir dalam Surat Pernyataan Harta.    
           
  13.  WP sudah punya NPWP sebelum 2015  dan belum pernah menyampaikan SPT PPh Terakhir. Pada tahun 2015, WP memiliki penghasilan senilai 300 juta rupiah dan membeli rumah senilai 1 miliar rupiah. Berapa yang harus dilaporkan dalam SPT dan berapa yang harus dilaporkan dalam Surat Pernyataan?    
      Jawaban:    
      1. Nilai rumah yang dicantumkan dalam SPT 2015 adalah nilai sesungguhnya dari penghasilan yang diterima di tahun 2015 yg digunakan untuk memperoleh rumah tersebut  
      2. Nilai wajar rumah sebagai Harta Tambahan yang dimasukkan dalam Surat Pernyataan adalah selisih antara nilai wajar rumah dengan nilai rumah yang dicantumkan dalam  SPT PPh 2015 sebagaimana dimaksud angka 1  
           
  14. Apabila Wajib Pajak melakukan repatriasi / deklarasi harta dalam negeri, kemudian meninggal dunia, bagaimana kewajiban investasi hartanya tersebut    
      Jawaban:  
      1. Dalam hal Harta masih berupa Warisan belum terbagi, pengurusan Pengampunan Pajak diajukan oleh Ahli Waris; Jangka Waktu kewajiban investasi melanjutkan kewajiban investasi harta tersebut
      2. Dalam hal warisan sudah dibagi, dilakukan oleh masing-masing Ahli Waris.
         
  15.  Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki  peredaran usaha dari bengkel sebesar 4 miliar, penghasilan dari Warisan 1 miliar , dan penghasilan dari bunga deposito senilai 10 juta rupiah. WP belum menyampaikan SPT Terakhir. Manakah yang menjadi dasar penentuan besarnya peredaran usaha sampai dengan 4,8 miliar sebagaimana dimaksud Pasal 11 PMK Nomor 118/PMK.03/2016.    
      Jawaban:    
      Yang menjadi dasar  peredaran usaha adalah peredaran usaha dari bengkel sebesar 4 miliar, sehingga Wajib Pajak berhak atas tarif 4 ayat (3) UU Pengampunan Pajak    
           
  16. Wajib Pajak bergerak di bidang penjualan ATK memilki peredaran usaha senilai 3,5 miliar dan penghasilan dari sewa bangunan sebesar 2 miliar. WP belum pernah menyampaikan SPT PPh Terakhir. Apakah Wajib Pajak berhak mendapatkan tarif 4 ayat (3) dalam UU Pengampunan Pajak?    
      Jawaban:    
      Dalam hal dalam mendapatkan penghasilan dari sewa tersebut, WP melakukan usaha aktif untuk mengelolanya (misalnya melakukan perawatan rutin, usaha aktif mengiklankan, atau bangunan tersebut memang ditujukan untuk disewakan) maka peredaran usaha dari Wajib Pajak adalah sebesar 5,5 miliar rupiah.    
           
  17.  Tn B pada tahun 2015 memiliki usaha toko material dengan peredaran usaha senilai 1,5 miliar rupiah dan usaha jual beli tanah dengan omset senilai 10 miliar rupiah. Tn B belum menyampaikan SPT Terakhir. Manakah yang menjadi dasar penentuan besarnya peredaran usaha sampai dengan 4,8 miliar sebagaimana dimaksud Pasal 11 PMK Nomor 118/PMK.03/2016.    
      Jawaban:    
      Yang menjadi dasar  peredaran usaha adalah peredaran usaha dari toko material senilai 1,5 miliar ditambah usaha jual beli tanah sebesar 10 miliar,  sehingga Wajib Pajak berhak tidak berhak menggunakan tarif 4 ayat (3) UU Pengampunan Pajak.    
           
  18. Ny A pada tahun 2015 menerima: 

– penghasilan dari usaha  salon kecantikan senilai 300 juta

– penghasilan usaha katering 150 juta

– menerima warisan dua bidang tanah senilai 4 miliar dan 7 miliar rupiah. (Atas tanah 4 miliar dijual dan  mendapatkan penghasilan  senilai 5,3 miliar)

 

Ny A belum pernah melaporkan harta warisan dan belum menyampaikan SPT Terakhir.  Manakah yang menjadi dasar penentuan besarnya peredaran usaha sampai dengan 4,8 miliar sebagaimana dimaksud Pasal 11 PMK Nomor 118/PMK.03/2016.  Tarif uang tebusan manakah yang dikenakan ?

   
      Jawaban:    
      Yang menjadi dasar  peredaran usaha adalah peredaran usaha dari usaha salon kencantikan dan usaha katering, dengan total senilai 450 juta, sehingga Wajib Pajak berhak atas tarif 4 ayat (3) UU huruf b Pengampunan Pajak.    
           
  19. Bagaimana pencatatan masa pajak dan tahun pajak untuk pengisian SSP Uang Tebusan    
      Jawaban:    
      Masa Pajak dan Tahun Pajak diisi sesuai dengan Masa dan Tahun Pajak pembayaran Uang Tebusan    
           
  20. Bagaimana perlakuan pengakuan harta yang dimiliki/dikuasai oleh Wajib Pajak melalui SPV?    
      Jawaban:    
      Wajib Pajak dapat membuat neraca konsolidasi untuk seluruh SPV yang didirikan/dimiliki/dideklarasi/dan atau dikendalikanya baik yang berada di dalam maupun di luar NKRI,  sebagai pendukung dari rincian Harta dan/atau Utang, sehingga tercermin kondisi neraca keuangan keseluruhan dari Wajib Pajak. Harta Tambahan sebagai Objek Pengampunan Pajak adalah Harta yang belum pernah atau belum seluruhnya  dilaporkan oleh Wajib Pajak sebagai entitas pengendali atau SPV yang berada di Indonesia yang berkewajiban menyampaikan SPT Tahunan.    
           
  21.  Dalam hal Wajib Pajak sudah menyampaikan Surat Pernytaan dengan menyertakan neraca konsolidasi, namun belum menyampaikan keseuluruhan harta yang dimiliki melalui SPV, bagaiaman perlakukannya    
      Jawaban:    
      WP dapat menyampaikan Surat Pernyataan kedua dengan turut menyertakan neraca konsolidasi yang sudah disempurnakan, sebagai pendukung rincian Harta dan/Utang yang belum atau belum seluruhnya diungkapkan.    
           
  22 Bagaimana perlakuan Harta Tambahan berupa satelit luar angkasa.    
      Jawaban:    
      Kondisi harta tambahan mengacu pada kondisi harta tersebut pada akhir Tahun Pajak Terakhir.    
           
  23. Bagaimana perlakuan atas Harta tambahan yang menjadi dasar Uang tebusan. Dapatkah harta tambahan dikonsumsi?    
      Jawaban:    
      a. Atas harta yang direpatriasi, Wajib Pajak harus mengalihkan Harta ke dalam Indonesia dan menginvestasikan Harta dimaksud di Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun.  
      b. Atas harta yang deklarasi dalam negeri Wajib Pajak tidak dapat menginvestasikan harta tersebut di luar negeri paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan.  
      c. Atas harta yang di deklarasi di luar negeri, dapat dikonsumsi baik di dalam maupun diluar negeri.  
           
                     

 

Update FAQ Amnesti Pajak seri V Tanggal 12 Agustus 2016

SERI V  
     
  1. Apakah atas pembayaran uang tebusan dapat dijadikan deductible expenses secara fiskal (dibiayakan sebagai pengurang penghasilan bruto)  
      Jawaban:  
      Uang tebusan merupakan uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan Pengampunan Pajak sehubungan adanya kewajiban perpajakan sampai dengan Tahun Pajak Terakhir yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak, dan tidak dapat dijadikan deductible expenses secara fiskal.  
         
  2. Apakah pensiunan yang melakukan kegiatan usaha yang peredaran usahanya dibawah 4,8 miliar dapat menggunakan tarif Pasal 4 (3) UU Pengampunan Pajak?  
      Jawaban:  
      Penghasilan dari pensiunan merupakan penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja. Dengan demikian, Wajib Pajak dapat mengikuti program Pengampunan Pajak, dan menggunakan tarif Pasal 4 ayat (1) atau ayat (2) UU Pengampunan Pajak.  
         
  3. Dokter mendapat penghasilan dari berbagai tempat yang sudah dipotong PPh oleh pemberi penghasilan, belum dilaporkan dalam SPTnya. Bagaimana perlakuan Pengampunan Pajaknya?  
      Jawaban:  
      Sepanjang terdapat harta yang diperoleh dari penghasilan tersebut belum dilapor dalam SPT PPh Tahunan Tahun terakhir, maka harta tersebut merupakan objek Pengampunan Pajak. Tarif yang digunakan menggunakan tarif Pasal 4 ayat (1) atau ayat (2) UU Pengampunan Pajak.  
         
  4. Wajib Pajak memiliki deposito yang penghasilan bunganya sudah dipotong final namun belum dilapor pada SPT PPh Tahunan. Apakah atas deposito tersebut merupakan objek Pengampunan Pajak.  
      Jawaban:  
      Sepanjang deposito tersebut (termasuk bunga yang diterima Wajib Pajak) belum dilapor dalam SPT PPh Tahunan Tahun pajak terakhir, maka deposito merupakan objek Pengampunan Pajak.  
         
  5. Wajib Pajak memilki usaha toko kelontong ingin turut dalam program pengampunan pajak. Terkait persediaan, dapatkan Wajib Pajak melaporkan persediaan secara kumulatif di Surat Pernyataan Harta?  
      Jawaban:  
      WP dapat melaporkan persediaan kondisi pada akhir Tahun Pajak Terakhir secara rinci (misalnya Wajib Pajak memiliki data stock opname persediaan per 31 Desember 2015), atau secara kumulatif  
         
  6. Bagaimana perlakuan objek pengampunan Pajak dengan harta berupa peralatan elektronik, misalnya: televisi, kulkas serta peralatan rumah tangga lainnya, misalnya mesin jahit. Apakah perlu dilaporkan dan berapa nilainya?  
      Jawaban:  
      Pada prinsipnya semua harta yang belum atau belum sepenuhnya dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Terakhir merupakan objek Pengampunan Pajak (Pasal 6 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pengampunan Pajak). Wajib Pajak dapat menyampaikan Harta tersebut dalam kategori peralatan rumah tangga, peralatan elektronik, furnitur, dsb secara kumulatif  (mengacu pada kode harta dalam pedoman teknis pengisian dokumen). Adapun penilaian nilai wajarnya ditentukan secara self-assesment oleh Wajib Pajak.
         
  7. Apakah Wajib Pajak dapat menggunakan Harta Tambahan dalam skema repatriasi / deklarasi  luar negeri / deklarasi dalam negeri untuk keperluan pembayaran Uang Tebusan?  
      Jawaban:  
      Dalam hal Wajib Pajak melakukan repatriasi, pembayaran uang tebusan tidak boleh berasal dari harta repatriasi. Hal ini terkait kewajiban Wajib Pajak untuk melakukan investasi di dalam negeri selama tiga tahun yang mekanismenya menggunakan gateway khusus.
      Dalam hal Wajib Pajak melakukan deklarasi harta luar negeri yang tidak dialihkan ke dalam negeri, Harta Tambahan tersebut dapat digunakan untuk keperluan Wajib Pajak, baik konsumsi maupun investasi. Dengan demikian, Wajib Pajak dapat menggunakan harta deklarasi luar negeri tersebut untuk membayar uang tebusan.
      Dalam hal Wajib Pajak melakukan deklarasi dalam negeri, Wajib Pajak dapat menggunakan Harta Tambahan tersebut, sepanjang tidak untuk keperluan investasi di luar negeri. Hal ini karena Wajib Pajak tidak boleh mengalihkan harta tersebut ke luar negeri. Dengan demikian, Wajib Pajak dapat menggunakan harta deklarasi dalam negeri tersebut untuk pembayaran uang tebusan.
         
             

 

Update FAQ Amnesti Pajak Seri VI Tanggal 15 Agustus 2016

SERI VI  
     
  1. Yang dimaksud dengan:  
      Surat Pengakuan Kepemilikan Harta adalah surat bermeterai yang dibuat dan ditandatangani oleh Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak tersebut memiliki harta tambahan namun tidak memiliki bukti dokumen pendukung apapun atas harta tambahan tersebut.
Contoh:
Uang tunai yang disimpan di rumah, perhiasan, furnitur, lukisan, dan harta lain yang tidak ada bukti pendukungnya.
           
        Dasar Hukum: Petunjuk Pengisian nomor 13 huruf b angka viii Lampiran I PER-07/PJ/2016 sebagaimana telah diubah dengan Petunjuk Pengisian nomor 4 Lampiran 1 PER-10/PJ/2016            
      Surat Pengakuan Nominee adalah surat yang dibuat dan ditandatangi oleh pihak yang diatasnamakan (nominee) dalam harta tambahan yang berupa saham, tabungan, mobil, kapal, tanah, dan/atau bangunan.
Surat Pengakuan Nominee ini diperlukan apabila dokumen kepemilikan harta tambahan yang dilaporkan Wajib Pajak dalam Surat Pernyataan masih atas nama orang lain.  Dalam hal Nominee sudah meninggal, maka Surat Pengakuan Nominee dibuat dan ditandatangani oleh salah satu ahli waris atau penerima wasiat.
           
        Dasar Hukum: Petunjuk Pengisian nomor 13 huruf b angka ix Lampiran I PER-07/PJ/2016 sebagaimana telah diubah dengan Petunjuk Pengisian nomor 5 Lampiran 1 PER-10/PJ/2016             
      Surat Pernyataan Kepemilikan Harta merupakan surat pernyataan yang ditandatangani kedua belah pihak di hadapan notaris yang menyatakan bahwa Harta berupa saham, tanah, dan/atau bangunan adalah benar milik Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan Harta.            
        Dasar Hukum: Pasal 15 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 11 TAHUN 2016            
         
  2. Kapan Surat Pengakuan Kepemilikan Harta, Surat Pengakuan Nominee, dan Surat Pernyataan  Kepemilikan Harta digunakan?  
      Jawaban:  
      Surat Pengakuan Kepemilikan Harta disertakan sebagai keterangan bahwa Wajib Pajak memiliki Harta berupa tanah dan/atau bangunan, atau saham yang belum atas nama Wajib Pajak. Dalam hal Wajib Pajak bermaksud ingin mendapatkan fasilitas pembebasan PPh sehubungan dengan pengalihan atas Harta berupa tanah, bangunan, atau saham tersebut, Wajib Pajak harus melengkapi Surat Pengakuan Kepemilikan Harta dengan Surat Pengakuan Nominee.  
      Dengan demikian, Surat Pengakuan Kepemilikan Harta dan Surat Pengakuan Nominee digunakan pada saat penyampaian Surat Pernyataan Harta.  
      Surat  Pernyataan  Kepemilikan  Harta merupakan surat  yang menyatakan bahwa Harta berupa saham, tanah, dan/atau bangunan tersebut adalah benar milik Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan Harta, yang wajib ditandatangani kedua belah pihak di hadapan notaris. Surat  Pernyataan  Kepemilikan  Harta tersebut digunakan pada saat mengajukan Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) ke KPP terdaftar.  
         
      Untuk mendapatkan fasilitas pembebasan PPh sehubungan dengan pengalihan hak atas Harta berupa tanah, bangunan, atau saham, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan ke KPP terdaftar untuk mendapatkan SKB dengan melampirkan:  
         
      Terkait Harta saham:  
      a. fotokopi Surat Keterangan;  
      b. fotokopi akta pendirian dan akta perubahan dari perusahaan yang dialihkan sahamnya; dan  
      c. surat pernyataan kepemilikan harta yang telah dilegalisasi oleh notaris.  
        Dasar Hukum: Pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016  
         
      Terkait Harta tanah dan/atau bangunan:  
      a. fotokopi Surat Keterangan;  
      b. fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir atas Harta yang dibaliknamakan;  
      c. fotokopi akta jual/beli/hibah atas Harta yang di baliknamakan; dan  
      d. surat pernyataan kepemilikan Harta yang dibaliknamakan yang telah dilegalisasi oleh notaris.  
        Dasar Hukum: Pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016  
           
  3. Apakah ada format baku mengenai Surat Pengakuan Kepemilikan Harta, Surat Pengakuan Nominee, dan Surat Pernyataan Kepemilikan Harta?    
      Jawaban:  
      DJP tidak membuat format baku mengenai surat-surat tersebut. Surat tersebut dibuat oleh pihak terkait sesuai ketentuan hukum perdata.  
         
  4. Apakah fasilitas pembebasan PPh atas pengalihan hak atas Tanah dan/atau Bangunan serta Saham dengan SKB juga berlaku untuk transaksi jual beli pada umumnya?    
      Jawaban:    
      Fasilitas pembebasan PPh ini hanya berlaku sehubungan dengan kepemilikan Harta berupa Tanah dan/atau Bangunan, serta saham yang masih diatasnamakan orang lain (perwakilan/pinjam nama). Misal: pembelian tanah yang diatasnamakan mertua, warisan yang belum dipindahnamakan ke ahli waris yang berhak. Fasilitas ini diberikan untuk memberikan keringanan pajak bagi pihak yang diatasnamakan tersebut (nominee) dari pengenaan PPh sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ke pemilik sebenarnya.    
      Dengan demikian, fasilitas ini tidak berlaku untuk transaksi jual beli pada umumnya, misalnya Pengembang ke Pembeli.    
           
  5. Dalam hal Wajib Pajak tidak membuat Surat Pengakuan Nominee, apakah Surat Pernyataan Harta-nya dan Surat Permohonan SKB untuk pembebasan PPh atas pengalihan hak atas saham, tanah, dan/atau bangunan tetap dapat diakui?    
      Jawaban:    
      Dalam hal Wajib Pajak tidak menyertakan Surat Pengakuan Nominee, Surat Pernyataan Harta tersebut tetap dapat diterima dan permohonan pembebasan pengalihan hak atas saham, tanah, dan/atau bangunan tersebut tetap dapat ditindaklanjuti sepanjang memenuhi ketentuan dalam Pasal 24 dan Pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016.    
           
  6. Apa konsekuensi bagi Wajib Pajak yang telah mendapatkan SKB terkait pembebasan PPh sehubungan pengalihan hak atas saham, tanah, dan/atau bangunan apabila sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 Wajib Pajak tidak mengalihkan haknya atas Harta tersebut?    
      Jawaban:    
      Apabila sampai dengan tanggal 31 Desember 2017, Wajib Pajak tidak melakukan pengalihan, maka atas pengalihan hak yang dilakukan akan dikenai pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan.    
      Dasar Hukum: Pasal 26 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016    
           
  7. Apakah harta selain saham, tanah, dan/atau bangunan yang masih diatasnamakan orang lain perlu dilengkapi dengan Surat Pengakuan Kepemilkan Harta?    
      Jawaban:    
      Surat Pengakuan Kepemilikan Harta diperlukan hanya untuk harta yang berupa saham, tanah, dan/atau bangunan yang masih menggunakan nama orang lain.    
      Dasar Hukum: Pasal 24 dan Pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016    
           
  8. Wajib Pajak membeli apartemen di Singapura dengan cicilan dan belum lunas. Apartemen tersebut belum diserahterimakan (belum mendapat sertifikat). Bagaimana perlakuan pengampunan pajak atas apartemen tersebut?    
      Jawaban:    
      Wajib pajak dapat melampirkan Surat Pengakuan Kepemilikan Harta yang berisi pengakuan kepemilikan harta sehubungan pembelian apartemen tersebut.  
      1. Dalam hal belum terjadi penyerahan, apartemen tersebut dilaporkan dalam Surat Pernyataan sebesar total cicilan yang telah dibayarkan.            
      2. Dalam hal sudah terjadi penyerahan atau pembelian dilunasi oleh kreditur lain (WP menggunakan KPR/KPA atau sejenisnya kepada Bank), apartemen tersebut dilaporkan sebesar nilai wajar apartemen dikurangi pokok utang terkait pembelian apartemen. Nilai utang yang diakui sebagai pengurang maksimal sebesar:  
        * 75% dari nilai apartemen yang diungkapkan untuk Wajib Pajak badan.  
        * 50% dari nilai apartemen yang diungkapkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi.  
           
  9. Wajib Pajak membeli vila secara cicilan. Wajib Pajak ingin memasukan tanah tersebut sebagai Objek Pengampunan Pajak. Wajib Pajak hanya memiliki dokumen Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).     
      Jawaban:    
      Wajib Pajak dapat memasukan vila tersebut dalam Surat Pernyataan Harta. Wajib Pajak perlu melampirkan Surat Pengakuan Kepemilikan Harta yang berisi pengakuan kepemilikan harta sehubungan pembelian vila tersebut.  
         
  10. Tn X membeli apartemen di Singapura atas nama menantunya Ny Y. Keduanya belum melaporkan apartemen tersebut di SPT PPh. Bagaimana perlakuan pengampunan pajak atas apartemen tersebut?  
      Jawaban:  
      Harta tersebut cukup dilaporkan satu kali oleh salah satu Wajib Pajak (Tn X atau Ny Y).    
           
  11. Tuan Komar membeli rumah di daerah Cisauk kepada pengembang dengan menggunakan nama menantunya Tuan Ludwig. Rumah tersebut sudah lunas namun belum disertifikasi. Rumah tersebut belum pernah dilaporkan di SPT PPh Terakhir baik Tuan Komar maupun Tuan Ludwig. Bagaimana perlakuan Pengampunan Pajaknya?    
      Jawaban:    
      Salah satu Wajib Pajak Tuan Komar (pembeli sebenarnya) atau Tuan Ludwig (nominee) dapat mengungkapkan pembelian mengenai rumah tersebut dalam Surat Pernyataan Hartanya.    
      Dalam hal Tuan Komar merupakan pihak yang melaporkan dalam Surat Pernyataan Harta,  maka ketika terjadi pengalihan nama dari Tn Ludwig ke Tuan Komar , maka Tuan Ludwig dapat dibebaskan dari kewajiban PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan, sepanjang ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak terpenuhi.    
      Dasar Hukum: Pasal 15 Undang-Undang Nomor 11 TAHUN 2016 dan Pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016    
             
  12. Tuan Anton, Tuan Badrut, Tuan Coky, dan Tuan Daniel mendapatkan warisan dari Nenek di tahun 1982 berupa sebidang tanah seluas 1500 m di wilayah Kemayoran, Jakarta. Tanah tersebut sampai sekarang belum dibagi. Siapakah yang perlu melaporkan warisan tanah tersebut?    
      Jawaban:  
      Ahli waris yang berhak dapat mengajukan tanah tersebut sebagai harta tambahannya. Dalam hal keempat ahli waris tersebut berhak, maka para ahli waris dapat mengungkapkan tanah tersebut kedalam Harta Tambahan dalam Surat Pernyataan Harta sesuai proporsi kepemilikannya. Masing-masing ahli waris perlu membuat Surat Pengakuan Kepemilikan Harta (sesuai proporsinya).  
      Untuk keperluan pembebasan pengenaan PPh atas pengalihan hak atas tanah, diperlukan Surat Pernyataan Kepemilikan Harta yang ditandatangani pihak yang mengakui Harta dan para ahli waris lainnya yang berhak dihadapan notaris.  
             
                             

 

Update FAQ Amnesti Pajak Seri VII Tanggal 25 Agustus 2016

SERI VII  
     
  1. Harta apa yang harus dilaporkan oleh Wajib Pajak BUT yang digunakan oleh Wajib Pajak di luar negeri untuk memperoleh penghasilan di Indonesia?  
      Jawaban:
      Harta yang harus diungkapkan dalam Surat Pernyataan Harta adalah harta yang dimiliki/dikuasai/digunakan oleh BUT untuk memperoleh penghasilan di Indonesia, yang atas harta tersebut belum dilaporkan dalam neraca konsolidasi induk (entitas pengendali) sesuai yuridiksi perpajakan negara entitas pengendalinya.
         
  2. Tn A pengusaha telur asin sukses dengan omset 4 miliar setahun memiliki aset berupa villa di daerah puncak dengan nilai wajar 1 miliar yang dibeli secara cicilan pada tahun 2012. Sisa pokok utang terkait villa tersebut senilai 700 juta pada 31 Desember 2015. Harta tersebut belum pernah diungkapkan dalam SPT PPh Terakhir.  
    a. Berapa uang tebusan yang harus dibayar apabila Tn. A mengungkapkan pada periode pertama?
    b. Berapa pajak dan sanksi yang dapat dikenakan apabila tidak mengungkapkan harta tersebut dalam Surat Pernyataan Harta/tidak mengikuti Amnesti Pajak
      Jawaban:  
    a. dalam hal Tn A mengikuti program pengampunan pajak, maka Uang tebusan bagi Tn A = (1000 jt- 500 jt) x 0,5% = 2,5 juta.  
    b. dalam hal Tn A tidak mengikuti program pengampunan pajak dan atas Harta tersebut tidak diungkapkan dalam SPT PPh Terakhir, atas Harta yang belum diungkapkan tersebut merupakan penghasilan dan dikenakan tarif umum sesuai Pasal 17 UU PPh dan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% paling lama 24 bulan sesuai UU KUP. Dengan demikan Pajak penghasilan yang dapat dikenai atas vila tersebut dan sanksi maksimalnya adalah adalah:  
      Pengenaan Pajak tarif progresif adalah:  
      5% x 50,000,000  =  2,500,000.00  
      15%  x  200,000,000 = 30,000,000.00  
      25% x 250,000,000 = 62,500,000.00  
      30% x 500,000,000 = 150,000,000.00  
      sehingga Total PPh sebesar Rp. 245,000,000.00  
      Total PPh dan Sanksi maksimal yang harus dibayar Tn A = 245,000,000.00 + (245,000,000.00*48%) = Rp. 362,6 juta.  
         
  3. Tn C seorang selebriti kondang sekaligus memiliki usaha penyewaan kondotel. Tn C memiliki asset berupa mobil mewah merek porsche dengan nilai wajar 3 miliar (dibeli dengan utang dan pokok utang per 31 Desember 2015 senilai 2 miliar) dan rumah mewah di daerah “Kepala Naga” sebesar 10 miliar (dibeli dengan utang dan pokok utang per 31 Desember 2015 senilai 5 miliar) . Atas harta tersebut belum diungkapkan dalam SPT PPh Terakhir?  
    a. Berapa uang tebusan yang harus dibayar apabila Tn C mengungkapkan pada periode pertama?
    b. Berapa pajak dan sanksi yang dapat dikenakan apabila tidak mengungkapkan harta tersebut dalam Surat Pernyataan Harta/tidak mengikuti Amnesti Pajak?
      Jawaban:
    a. dalam hal Tn C  mengikuti program pengampunan pajak, maka Uang tebusan bagi Tn C = ((3000 jt – 1500 jt) + (10000 jt-5000 jt))*2% = 130 juta.
    b. dalam hal Tn C tidak mengikuti program pengampunan pajak dan atas Harta tersebut tidak diungkapkan dalam SPT PPh Terakhir, Pengenaan Pajak tarif progresif adalah:
      5% x 50,000,000 = 2,500,000.00
      15% x 200,000,000 = 30,000,000.00
      25% x 250,000,000 = 62,500,000.00
      30% x 12,500,000,000 = 3,750,000,000.00
      sehingga Total PPh sebesar 3,845,000,000
      Total PPh dan Sanksi maksimal yang harus dibayar Tn. C = 3,845,000,000.00 + (3,845,600,000.00*48%) = Rp. 5,69 miliar
       
  4. Tn E merupakan public figure terkenal di daerahnya, ingin mengikuti TA, namun tidak ingin pergi ke KPP secara langsung. Dapatkah ia membuat surat kuasa kepada orang lain untuk pergi ke KPP untuk menyampaikan Surat Pernyataan Harta?  
      Jawaban:  
      Penyampaian Surat Pernyataan ditandatangani langsung oleh Tn E, namun untuk penyampaian Surat Pernyataan tersebut dapat dilakukan oleh orang lain yang ditunjuk Tn E sebagai penerima kuasa untuk menyampaikannya ke KPP tempat wajib Pajak Terdaftar atau tempat tertentu lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan melampirkan surat kuasa  
         
  5. Bagaimana perlakuan Wajib Pajak yang ingin mengikuti Amnesti Pajak yang NPWPnya berstatus DE/NE bukan dikarenakan permohonannya ataupun berstatus NE karena permohonan? Dalam hal Wajib Pajak pernah memasukkan SPT pada tahun-tahun sebelumnya namun belum menyampaikan SPT PPh Terakhir, Dapatkah harta tersebut diakui dalam pelaporan SPT PPh Tahun Terakhir?  
      Jawaban:  
      Waijb Pajak dapat mengikuti program pengampunan pajak dengan mengaktifan kembali status NPWPnya.Atas harta yang sudah dilaporkan SPT Tahunan PPh sebelumnya dapat diakui pada saat penyampaian SPT PPh Terakhir.  
         
  6. Apakah ketentuan proporsional dalam Pasal 16 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 berlaku sehubungan pembayaran SKP yang belum selesai atas Wajib Pajak yang telah mendapatkan atau telah mengajukan pengurangan sanksi, misalnya PMK-197/PMK.10/2015, PMK-91/PMK.03/2015, dan PMK-8/PMK.03/2013?  
      Jawaban:  
      Atas pembayaran SKP yang telah dilakukan Wajib Pajak yang telah mendapatkan atau mengajukan permohonan fasilitas dalam PMK tersebut, merupakan pengurang pokok.  
         
  7. Data tunggakan mana yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak yang mengajukan permohonan Amnesti Pajak?  
      Jawaban:  
      Tunggakan Pajak adalah jumlah pokok pajak yang belum dilunasi berdasarkan Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Kepu,tusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah termasuk pajak yang seharusnya tidak dikembalikan. Dalam hal fikus mendapati data Tunggakan Pajak selain yang dimunculkan secara automated-based dalam Aplikasi, data tersebut digunakan sesuai definisi Tunggakan dalam UU Pengampunan Pajak.  
         
  8. Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pembukuan telah melaporkan harta pada neraca yang disampaikan bersama SPT Tahunan PPh, namun tidak memasukannya dalam lampiran harta dalam formulir SPT Tahunan PPh tersebut. Apakah harta tersebut termasuk harta yang sudah dilaporkan dalam SPT?  
      Jawaban:  
      Atas harta yang sudah dilaporkan dalam SPT, termasuk lampirannya (neraca) diakui sebagai Harta yang sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.
         
  9. WP OP mengisi SPT PPh Terakhir dengan formulir 1770SS melaporkan harta dan utang secara gelondongan. Apakah Wajib Pajak dapat merincinya dalam SPH?  
      Jawaban:  
      Ya, WP perlu merinci harta dan utang yang telah dilaporkan dalam SPT PPh tersebut sebagai Harta dan Utang yang dilaporkan dalam SPT PPh, dengan nilai total sama dengan nilai yang sudah dilaporkan dalam SPT PPh.
             

 

Daily FAQ (31/08/2016)

  1. Tn B seorang WNI sudah bekerja 3 tahun di Inggris sebagai konsultan IT. Kontrak kerja Tn B selama 5 tahun. Selama bekerja di Inggris, Tn B menerima penghasilan sebagai konsultan IT dan freelance di Inggris serta penghasilan dari tabungan, deposito, saham, indekos, konsultasi secara online, sewa kendaraan dan sewa rumahnya di Indonesia. Tn B belum pernah menyampaikan SPT Tahunan PPh selama bekerja di Inggris. Bagaimana cara Tn B menyelesaikan kewajiban perpajakannya?

Jawaban: Tn B dapat menyelesaikan kewajiban perpajakannya dengan cara:

  1. Melalui skema non Pengampunan Pajak
    1. Tn B mengungkapkan keseluruhan harta yang dimilikinya baik yang berada di luar negeri dan dalam negeri dengan cara penyampaian SPT Tahunan PPh Terakhir
    2. Tn B perlu juga menyampaikan SPT Tahunan yang belum disampaikan selain SPT Tahunan PPh Terakhir
    3. Tn B perlu membayar pajak (PPh dan/atau PPN) serta sanksinya atas Tahun Pajak Terakhir dan Tahun Pajak lainnya yang belum dipenuhi kewajiban pajaknya
  2. Melaui skema Pengampunan Pajak
    1. Tn B mengungkapkan keseluruhan harta yang dmilikinya baik yang berada di luar negeri dan dalam negeri dengan cara penyampaian SPT Tahunan Terakhir dan Surat Pernyataan Harta
    2. Tn B perlu membayar uang tebusan sesuai ketentuan dalam UU Pengampunan Pajak.

Dalam hal Tn B menggunakan haknya untuk mengikuti program pengampunan pajak, atas Tn B tidak akan dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan; dan/atau penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas Tahun Pajak terakhir dan sebelumnnya.

Update : Tanggal 31 Agustus 2016 jam 09.00

  1. Tn C seorang WNI sudah bekerja 7 tahun di Belanda sebagai kurator seni dan kolektor benda antik. Pada Tahun 2011, 2013, dan 2014 Tn C menerima penghasilan dari Indonesia. Selama ini Tn C menyampaikan SPT Tahunan PPh secara rutin dan atas pajak yang sudah dikenai di Belanda diakui sebagai kredit pajak luar negari. Namun demikian, Tn C tidak secara lengkap menyampaikan keseluruhan hartanya pada SPT Tahunan dan sebagian penghasilan dari Indonesia juga tidak dilaporkan dalam SPT. Bagaimana cara Tn B menyelesaikan kewajiban perpajakannya?

Jawaban: Tn C dapat melakukan pembetulan SPT atau menggunakan haknya untuk mengikuti program pengampunan pajak

Update : Tanggal 31 Agustus 2016 jam 09.00

  1. Tn D seorang pengusaha WNI. Tn D sudah 2 tahun terakhir tinggal di kondominiumnya di Singapura. Tn D tidak berniat meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan masih berstatus WNI. Tn D menjalankan bisnisnya di Indonesia, Australia, Jepang, dan Afrika Selatan. Tn D selama ini tidak melaporkan kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh. Apakah Tn D memiliki hak untuk mengikuti program pengampunan pajak?

Jawaban:

  1. Tn D merupakan pihak yang memiliki hak untuk mengikuti program pengampunan pajak.
  2. Dalam hal Tn D tidak menggunakan haknya untuk mengikuti program pengampunan pajak, Tn D perlu menyampaikan SPT Tahunan PPh Terakhir dan Tahun-Tahun sebelumnya dengan membayar pajak terutang dan sanksinya sesuai ketentuan di bidang perpajakan

Update : Tanggal 31 Agustus 2016 jam 09.00

  1. Ny E mantan karyawati swasta sekaligus usaha jual beli tas branded dan catering. Pada Tahun 1990 Ny E menikah dengan Mr D, Warga Negara Amerika Serikat. Pada tahun 1992 Ny E telah menjual rumah, menutup seluruh usahanya di Indonesia dan memutuskan akan tinggal seterusnya di Amerika Serikat (berniat meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya). Ny E sudah mengajukan pencabutan NPWP pada tahun 1992 dan sudah dicabut oleh KPP terdaftar setelah Ny E membayar seluruh tunggakan PPh dan PPN nya. Namun demikian, Ny E belum mendapatkan kewarganegaraan di A.S dan masih mengusahakannya (Ny E baru memiliki greencard). Apakah Ny E merupakan pihak yang berhak untuk tidak mengikuti program pengampunan pajak?

Jawaban: Ny E berhak untuk tidak mengikuti program pengampunan pajak dan dikecualikan pengenaan Pasal 18 ayat (2) PMK 118/PMK.03/2016

Update : Tanggal 31 Agustus 2016 jam 09.00

  1. Bagaimana perlakuan harta yang tidak dicantumkan dalam SPT Tahunan Terakhir yang disampaikan sebelum UU Pengampunan Pajak berlaku, namun sudah dicantumkan dalam SPT Tahunan sebelum Tahun Terakhir?

Jawaban: Sebagimana dimaksud dalam UU Pengampunan Pajak, Harta tambahan merupakan Harta yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.

Dengan demikian, dalam hal Wajib Pajak belum mencantumkan Harta tersebut dalam SPT PPh Terakhir dan SPT PPh Terakhir tersebut disampaikan sebelum UU Pengampunan Pajak berlaku, maka Harta tersebut merupakan Harta Tambahan dalam UU Pengampunan Pajak.

Update : Tanggal 31 Agustus 2016 jam 15.00

  1. WP A pada tahun pajak Terakhir memiliki penghasilan dari indekos dengan jumlah 20 pintu di daerah Karet dengan tarif 4 juta perkamar yang terisi penuh sepanjang tahun (setahun 960juta). Selain itu WP A memiliki rumah makan “”Wong Ndeso”” dengan omset 3,5 miliar pertahun dan dagang frozen foods dengan omset 700 juta perbulan. WP ingin mengikuti program pengampunan pajak. Tarif mana yang dikenakan kepada Wajib Pajak?

Jawaban:

Total peredaran usaha WP adalah Rp 960.000.000+3.500.000.000+700.000.000 = 5,160 miliar. Dengan demikan tarif yang dikenakan kepada WP adalah tarif sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1)

Update : Tanggal 02 September 2016 jam 14.00

© DJP Tax Knowledge Base

 

 

Semoga Bermanfaat…

53 thoughts on “Tanya Jawab Amnesti Pajak / Tax Amnesti Terlengkap Terbaru

  1. Jika aset yang telah dilaporkan orangtua dalam spt 2000, Dan pada tahun 2012 ada menghibahkan aset tsb kpd anak, tetapi belum dilaporkan film spt Pajak sang anak, apakah aset tsb harus ikut TA ?

    1. Atas aset tersebut, apakah bersifat generated income? atau memberikan penghasilan tambahan? dan belum terkena pajak? jika iya, maka sebaiknya ikut pengampunan pajak.
      Namun jika tidak memberikan penghasilan tambahan, bisa dimasukkan dengan melakukan pembetulan SPT Tahunan anak yang mendapat hibah tersebut, demikian, semoga bisa dipahami.
      Terimakasih.

  2. Jika rumah peninggalan orang tua selama ini tidak dilaporkan di SPT karena kedua orang tua tidak punya NPWP, sementara sekarang kedua orangtua sudah meninggal.
    Apakah anaknya juga harus melaporkan rumah tersebut (ikut Tax Amnesty). Dalam kasus ini anak baru punya NPWP bulan Juni 2016.

    Catatan : Dalam sertifikat rumah sudah tercantum nama orang tua dan 2 anaknya. Tapi sejak meninggal belum dibalik nama.

    Mohon jawaban & penjelasannya.

    1. Menurut Pasal 4 ayat (3) huruf b Undang-Undang PPh, disebutkan bahwa Warisan merupakan yang dikecualikan dari objek pajak, namun yang penting disiapkan dokumen Warisnya dan dilaporkan di SPT Tahunan Tahun Pajak 2016 yang berakhir 31 Maret 2017.
      Tapi jika ingin mengikuti TA dan membayar uang tebusan, juga dipersilahkan.
      Demikian, semoga dipahami, terimakasih

    2. Terima kasih penjelasannya. Apabila saya tidak ikut TA :
      – Apakah saya dapat mengajuakan SKB PPh ?
      – Apakah di kemudian hari ada kemungkinan bermasalah dengan pajak ?

      1. 1. Sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-20/PJ/2015, Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan dikecualikan dari kewajiban pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diberikan dengan penerbitan SKB PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan merupakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dari pewaris kepada ahli waris. Mengingat pewaris telah meninggal dunia maka pengajuan permohonan SKB PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan diajukan oleh ahli waris ke KPP tempat pewaris, sebagai pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan, terdaftar atau bertempat tinggal. Persyaratan terkait pengajuan permohonan SKB atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2009 (Nanti akan kami bahas pada artikel lainnya).

        2. Di kemudian hari apakah ada kemungkinan bermasalah dengan pajak, tidak bisa kami jawab karena hal tersebut merupakan domain dari AR / Penanggung Jawab WP dikantor pajak berdasarkan data dan dokumen yang berhubungan dengan subjek dan objek pajak yang dimaksud.

        Demikian, semoga dipahami, terimakasih

  3. Jika orang tua memiliki rumah namun tidak memiliki NPWP sedangkan sekarang orangtua sudah tidak bekerja karena sudah tua dan menjadi tanggungan anak.. Apakah orang tua perlu mendaftarkan NPWP dan mengikuti program amnesti pajak?

    1. Apakah ada harta atas nama orang tua yang masih bersifat memberikan penghasilan? misal jenis harta yang disewakan, kontrakan, atau kost2an? Jika ADA, maka sebaiknya mengajukan diri untuk pendaftaran NPWP (yang seharusnya dilakukan sejak menerima penghasilan).
      Namun jika memang tidak ada, maka tidak perlu dan tidak perlu mengikuti program TA,
      Demikian, semoga dipahami, terimakasih.

  4. saya seorang karyawan yang setiap tahun melaporkan SPT tahunan yang di potong pph tiap bulan oleh perusahaan, ada rumah atas nama istri dan juga mobil, tabungan dan deposito juga belum di masukkan kedalam daftar harta dalam SPT tahunan terakhir, apakah saya harus ikut TA ? atau saya boleh melakukan pembetulan di SPT terakhir, dan tidak ikut TA? karena cukup memberatkan kalau bayar 2%,
    apakah ada resiko dikemudian hari kalau tidak ikut TA dan hanya melakukan pembetulan SPT 2015? terima kasih

    1. Perlu diketahui bahwa untuk mengikuti TA, harta yang diungkap tidak harus atas nama sendiri. Semua harta yang dikuasai, namun belum atas nama sendiri, bisa diikutkan dalam TA.
      Terkait pertanyaan Bapak, apakah : 1. Rumah (atas nama istri) 2. Mobil, 3. Tabungan, 4. Deposito, diperoleh murni dari penghasilan tiap bulan Bapak yang sudah dipotong oleh pihak perusahaan? Jika iya, maka cukup melakukan SPT Tahunan OP Pembetulan. Namun jika atas harta tersebut diperoleh dari penghasilan yang belum terkena pajak, maka sebaiknya ikut TA.
      Filosofi dasar TA adalah pengungkapan, dalam konteks harta yang diperoleh dari penghasilan, yang belum dilaporkan. Mengenai risiko, menurut kami, keputusan Bapak untuk ikut TA atau tidak sebenarnya tergantung keyakinan Bapak untuk mempertanggungjawaban harta yang belum dilaporkan tersebut. Jika tidak yakin maka ikutlah TA, oleh sebab itu sesuai tagline nya, ungkap, tebus, (agar) lega.
      Demikian, semoga dipahami, terimakasih.

  5. Sore, mau tanya, saya pnya NPWP sejak 2010, tpi blum pernah laporan karena penghasilan sebagai tukang foto panggilan yang tidak tentu. Apakah bisa ikut TA untuk memulainya? Terima kasih.

    1. Mengikuti TA adalah sebuah pilihan Pak, jika selama 2010 Bapak tidak pernah melakukan pembayaran dan pelaporan pajak, sedangkan (misal) seharusnya ada pajak yang terutang, maka TA adalah pilihan yang tepat, demi kelegaan. Sebaiknya segera konsultasikan dengan AR / penanggung jawab WP di KPP Bapak terdaftar agar informasi yang diterima bersifat valid dan bisa dipertanggungjawabkan, demikian, semoga dipahami, terimakasih.

  6. selamat malam
    apabila orang memiliki npwp dan terakhir lapor 2010 , saat ini bekerja di luar negeri dan memenuhi kriteria dari subjek pajak luar negeri
    petanyaannya :
    1. apabila mau tax amnesty kan harus lapor spt tahunan tahun 2015 bagaimana untuk mengisi penghasilan dari luar negeri tersebut
    2. atas harta yang telah diperoleh di luar negeri dimana telah dipotong pajak disana apakah diakui pada SPT Tahunan tahun 2015
    3. apakah setelah saya ikut tax amnesty bia dikatakan subjek pajak dalam negeri yang harus lapor spt dan perhitungan kredit pajak pph pasal 24
    Terima Kasih

    1. Apakah NPWP tersebut diketahui masih aktif? atau setidaknya berstatus NE/Non Efektif? atau malah berstatus DE/Delete?
      1. Jika masih aktif atau setidaknya NE (harus diaktifkan terlebih dahulu), maka untuk mengikuti TA, harus menyampaikan laporan SPT Tahunan Tahun Pajak 2015 terlebih dahulu, form yang digunakan adalah 1770, karena bersifat lebih luas (dalam konteks worldwide income), tetapi silahkan terlebih dahulu konsultasikan dengan AR / penanggung jawab WP di KPP terdaftar. Tata cara pengisian SPT bisa mengikuti LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-36/PJ/2015 yang bisa di lihat disini
      2. Harta yang dilaporkan di SPT Tahunan Tahun Pajak 2015, hanya yang perolehannya di tahun 2015, sedangkan tahun perolehan sebelumnya, bisa diikutkan pada SPH (Surat Pernyataan Harta) TA.
      3. Sebelum mengikuti TA, Wajib Pajak harus terlebih dahulu mengaktifkan status NPWP nya, bagi yang status NE, dan mendaftarkan NPWP baru jika belum memiliki NPWP atau status NPWP nya adalah DE.
      Pengkreditan PPh Pasal 24 bisa mengikuti KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/KMK.03/2002 tentang TENTANG KREDIT PAJAK LUAR NEGERI, contoh perhitungannya mungkin akan kami bahas pada artikel lainnya.
      Sekali lagi perlu diskusi dengan AR / penanggung jawab WP di KPP agar tidak salah dalam memahami dan menjalankan kewajiban perpajakan Bapak. Demikian, semoga dipahami, terimakasih.

  7. Apakah deposito atas nama orang tua (memiliki NPWP) boleh diakui menjadi harta milk Anak (memiliki NPWP) dalam Tax Amnesty si Anak dengan membuat Surat Pengakuan kepemilikan harta dan Surat Nominee?

    1. Apakah deposito atas nama orang tua yang telah memiliki NPWP tersebut (selama ini) telah dilaporkan dalam SPT Tahunan beliau? Jika sudah, tidak perlu ikut TA. Namun jika belum, sebaiknya dilaporkan dengan pilihan : 1. Ikut TA, jika atas sumber perolehan deposito tersebut belum dipajaki. 2. Pembetulan SPT Tahunan, jika atas KESELURUHAN sumber perolehan deposito tersebut sudah dipajaki. Harap dipahami bahwa deposito memang sudah dikenai pajak, namun untuk TA, objek pengenaannya adalah atas pengungkapan harta yang SUMBER perolehannya belum terkena pajak.
      Sedangkan untuk subjeknya, sebaiknya pemilik atas nama deposito tersebut, demikian semoga dipahami, terimakasih.

  8. misalnya , apabila badan sudah mempunyai npwp (katakan tahun 2010) namun status non aktif (belum menyampaikan spt tahunan) bisa mengikuti tax amnesty ?
    menurut artikel diatas syarat untuk mengikuti TA harus melaporkan spt tahin 2015 sedangkan dalam pertanyaan saya bada tersebut status non aktif

    1. Wajib Pajak dengan Status NPWP NE / Non Efektif yang ingin mengikuti program TA harus mengaktifkan NPWP nya terlebih dahulu di Seksi Pelayanan untuk kemudian melaporkan SPT Tahunan Tahun 2015, selanjutnya untuk dapat mengikuti program TA, Wajib Pajak harus melengkapi formulir, menyiapkan data, kemudian membayar uang tebusan sesuai perhitungan.

      Perlu diketahui bahwa orang pribadi / badan yang tidak memiliki NPWP sekalipun dapat mengikuti program TA, dengan terlebih dahulu mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak untuk bisa memiliki NPWP, kemudian melengkapi beberapa persyaratan yang diatur dalam program TA seperti hal nya Wajib Pajak lainnya.

      Demikian, semoga dipahami, terimakasih.

  9. Salam kenal Pak. Mau tanya Pak untuk wajib pajak badan. Pada rincian Harta form A1 yang telah dilaporkan pada SPT 2015 yang dicantumkan itu nilai buku (harga perolehan – akumulasi penyusutan) atau harga perolehan Pak ?.

    Terima Kasih.

    rgds,

    Darma S

    1. Salam Kenal juga Pak Darma, salam hormat, mohon ijin menjawab. Terkait Wajib Pajak Badan, untuk rincian form A1 adalah nilai buku yang diperoleh dari harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan Pak, dalam hal aset yang dilaporkan meliputi beberapa item, maka nilai buku nya juga harusnya sesuai dengan lampiran Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal, sehingga total A1, seharusnya sama dengan total lampiran Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal tersebut dan pada akhirnya akan sama dengan nilai aktiva pada neraca yang disampaikan bersamaan dengan SPT Tahunan WP bersangkutan, demikian, semoga dipahami, terimakasih

      1. Terima Kasih Pak atas pencerahannya. Ada satu lagi Pak bagaimana untuk fixed asset seperti kendaraan yang nilai bukunya sudah 0 (Nol) pada akhir tahun 2015 ? Apakah tetap harus dicantumkan juga harta tersebut dengan nilai 0 ? Maaf Pak banyak bertanya sebab saya baca2 di forum jawabannya beda2. terkahir tanya ke call centre amnesty pajak jawabannya nilai perolehan sesuai dengan lampiran per 10 thn 2016. Sekali lagi terima kasih Pak atas kebaikan bapak menjawab permasalahan ini.

        rgds,

        Darma Sanjaya

        1. Baik, untuk aset yang Bapak sebutkan di atas, jika yang dimaksud adalah yang telah dilaporkan pada SPT Tahunan terakhir, maka isikan saja pada bagian A1 SPH WP Badan tersebut, sesuai kondisi sebenarnya, walaupun nilainya 0, namun dalam hal sebagai harta tambahan, maka tidak perlu dimasukkan kedalam bagian B1, karena tidak mempengaruhi nilai uang tebusan yang akan dibayarkan.

          Kemudian terkait Lampiran PER-10/PJ/2016 halaman 2 nomor 1 poin ke-8 memang disebutkan tentang harga perolehan, namun menurut persepsi saya itu lebih mengacu pada SPT PPh Tahunan OP yang (misal) pada 1770 – IV atau 1770 S – II secara jelas kolomnya bernama “harga perolehan” dan memang tidak ada unsur penyusutan seperti hal nya SPT PPh Tahunan Badan. Sekali lagi menurut persepsi saya, pemahaman ini adalah agar tercipta keselarasan NILAI antara SPT Tahunan (pada neraca atau lampiran harta) yang dilaporkan terakhir dengan SPH (pada bagian A1) yang disampaikan, berlaku baik untuk WP Orang Pribadi maupun WP Badan.
          Tapi apapun itu, pada akhirnya tidak mempengaruhi Uang Tebusan yang akan dibayar, karena tidak terkait dengan harta tambahan yang dilaporkan pada bagian B1, kecuali nilai akumulasi A1+B1 melebihi Rp.10Milyar, maka berlaku perbedaan tarif bagi WP UMKM yang awalnya 0.5% menjadi 2%.
          Demikian, semoga dipahami, terimakasih

  10. Selamat malam pak, saya mau tny kalau misalnya badan, terakhir melakukan penyampaian SPT tahun 2008, skrg mau ikut TA, syarat nya kan harus menyampaiman SPT 2015. Nanti setelah saya menyampaikan SPT 2015,untuk pengisian lampiran A1 nya masukman nilai asset di neraca 2008 atau 2015 ya?

    1. Asumsi saya (karena Badan tersebut akan ikut TA), maka aset 2015 > aset 2008, maka perlakuannya adalah semua aset di neraca 2008 masukkan A1, semua aset di neraca 2015 (selain yang sudah dimasukkan di 2008) masukkan ke B1,
      Demikian, semoga dipahami, terimakasih…

        1. Jadi begini Bu, pada prinsipnya, objek TA adalah semua aset yang belum dilaporkan pada SPT Tahunan Tahun Pajak terakhir yaitu tahun 2015, YANG (SPT tersebut) disampaikan sebelum Undang-Undang TA berlaku, sehingga seharusnya menurut pandangan saya, jika SPT Tahunan 2015 baru dilaporkan sekarang, maka semua selisih / penambahan aset di SPT 2015 (selain yang sudah dilaporkan di 2008) adalah objek TA, simpelnya semua aset 2008 masuk A1, semua aset 2015 (kecuali yang telah dilaporkan di A1) masuk ke B1
          Demikian, semoga dipahami, terimakasih

  11. Pak, kalau dalam spt tahunan ada kesalahan pelaporan dalam harta yang nilainya umpamanya seharusnya 400 juta tetapi terlapor 80 juta apakah pembetulan aja atau ikut ta? kalau pembetulan apakah kena sanksi?

    1. Baik, Bu, jika yang dimaksud kesalahan nilai itu ada pada SPT Tahunan Tahun Pajak 2015, maka pertanyaannya adalah apakah SPT Tahunan Tahun Pajak sebelumnya (dalam hal ini adalah 2014) senilai Rp.400Juta? Jika seperti itu, cukup melakukan pembetulan SPT Tahunan saja.
      Lalu bagaimana jika ternyata terdaftar nya baru 2015? artinya SPT Tahunan Tahun Pajak 2014 tidak ada, maka jika asumsi harta (yang nilai seharusnya 400jt tetapi tertulis 80jt) adalah 1 item saja, maka boleh saja melaporkan SPT Tahunan Pembetulan, dengan catatan harta yang 1 item itu memang NILAI PEROLEHAN dan/atau NILAI WAJAR nya adalah senilai 400Jt per 31 Desember 2015.
      Sedangkan jika (yang Ibu maksud) 400Jt itu lebih dari 1 item, artinya ada tambahan item harta, maka pertanyaan selanjutnya adalah apakah harta tambahan yang selain 80juta itu diperoleh dari sumber penghasilan yang belum terkena pajak? Jika iya, maka sebaiknya ikutkan menjadi objek TA, dan membayar uang tebusan.
      Apapun pilihan Ibu, memilih untuk melakukan pembetulan atau mengikuti TA, keduanya memiliki konsekuensi masing-masing, jika pembetulan, maka akan di “treatment” dengan UU Perpajakan yang sudah ada, jika memilih ikut TA, maka akan diperlakukan dengan UU TA yang telah ditetapkan, demikian, semoga dapat dipahami, terimakasih.

      1. Pak, kalau hartanya sudah dilaporkan sejak tahun 2012 tetapi ada kesalahan pelaporan nilai harga rumahnya yang seharusnya 400 juta tertulis 80 juta?

        1. “Seharusnya 400Juta” itu apakah karena sekarang ada renovasi? atau memang sejak dulu seharusnya 400juta? Jika memang sejak dulu, silahkan lakukan pembetulan SPT Tahunan Bu, atau pada pelaporan SPT Tahunan berikutnya, update harga perolehannya, dan sekaligus silahkan konsultasikan AR nya, agar tidak terjadi kesalahpahaman, demikian, semoga dapat dipahami, terimakasih

  12. Pagi Pak Eko.S…..
    ada rumah orang tua, dari dulu SHM atas nama abang sulung, sejak tahun 1985 dan sdh di laporkan di SPT abang (nilai 10 Jt) sampai SPT 2015, pada thn 1995 oleh konsultan saya dilaporkan di spt saya ( dgn ket:warisan dgn nilai 300jt).
    tapi pada tahun 2010 kemarin sudah saya beli rumah tsb, tapi belum di BBN ke nama saya cuma di buatkan surat pengikatan jual beli (nilai 600jt) di notaris (karena blm bayar pajak jual/beli maka belum BBN ke saya) .
    saya sudah ikut TA priode1 ( tanah yang lain).
    Apa rumah tsb bisa ikut TA ( nilai rumah/NJOP sekarang 1 miliar).
    dan bagaimana cara BBN ke nama saya supaya lebih murah bayar?
    Terima kasih, maaf Pak kurang pandai saya mengungkapkan masalah ….

    1. Baik Pak Tommy, semoga sehat selalu
      Seperti yang telah Bapak sampaikan bahwa atas rumah tersebut sudah Bapak laporkan pada SPT Tahunan OP Tahun Pajak 2015 (jika saya tidak gagal paham), kecuali jika Bapak melaporkan SPT Tahun Pajak 2015 tersebut setelah Undang-Undang Pengampunan Pajak berlaku yaitu sejak 1 Juli 2016, maka atas rumah tersebut bisa menjadi objek Pengampunan Pajak. Namun jika Bapak ingin menjadikan rumah tersebut sebagai objek pengampunan pajak, Bapak bisa mengajukan SPH kedua sebelum periode TA (sampai 31 Maret 2017) berakhir, dengan membayar uang tebusan kembali.
      Perlu diketahui bahwa pada bagian B1, tambahkan rumah tersebut (digabung) dengan objek TA yang telah dilaporkan pada SPH pertama, lalu pada bagian induk SPH kedua, DASAR PENGENAAN UANG TEBUSAN PADA PERNYATAAN SEBELUMNYA diisi dengan nilai DPUT pada SPH pertama, sehingga uang tebusannya hanya berdasar atas selisih SPH kedua dikurang SPH pertama.

      Kemudian terkait BBN, jika Bapak mengikutkan rumah tersebut sebagai objek TA pada SPH kedua, maka Pajak Penjualan (sesuai Peraturan Pemerintah (PP) nomor 34 tahun 2016 tentang PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya) dapat dibebaskan melalui instrumen SKB sesuai dengan Pasal 24 dan Pasal 25 PMK 118/PMK.03/2016 yang disempurnakan dengan PMK 141/PMK.03/2016

      Demikian, semoga dipahami, terimakasih.

  13. Pak saya mau tanya, kalau harta bergerak lainya dalam arti lain inventaris kantor /PT dilaporkan ke dalam tax amnesty apa perlu dimasukan lagi kedalam list penyusutan inventaris? Terimakasih sebelumnya.

    1. Baik Bu Ria, pada Pasal 45 BAB XXIII KEWAJIBAN MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN, PERLAKUAN ATAS PENYUSUTAN HARTA PMK 118/PMK.03/2016 yang disempurnakan dengan PMK 141/PMK.03/2016 disebutkan bahwa :
      Ayat (2) “Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan berupa aktiva tidak berwujud, tidak dapat diamortisasi untuk tujuan perpajakan.”
      Ayat (3) “Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan berupa aktiva berwujud, tidak dapat disusutkan untuk tujuan perpajakan.”
      dengan demikian jelas tidak boleh dimasukkan dalam daftar penyusutan, dan otomatis penyusutannya tidak boleh dibiayakan.
      Demikian, semoga dipahami, terimakasih.

  14. Sore Pak, mau nanya kalau ada titipan uang dibank (bukan pinjaman) misalnya dari kakak ipar sebesar 70 juta apakah perlu dilaporkan dalam spt tahunan atau kalau ada pemeriksaan dari kantor pajak apakah bisa hanya melampirkan surat pernyataan titipan uang dengan diketahui notaris?

    Terima kasih

    1. Karena sifatnya bukan dimiliki dan dikuasai oleh Ibu Cici, sehingga saya pikir tidak perlu dilaporkan di SPT Tahunan OP Ibu sendiri, tetapi harus dilaporkan pada SPT Tahunan kakak ipar Ibu, dengan pada bagian keterangan dituliskan dititipkan pada rekening Ibu, atau jika belum dilaporkan bisa diungkap dengan mengikuti TA bagi kakak ipar Ibu.

      Permintaan penjelasan data ketidaksesuaian antara harta pada SPT Tahunan Ibu Cici dengan jumlah yang ada di rekening Ibu memang kemungkinan bisa dilakukan oleh kantor pajak dimana Ibu terdaftar, dan itu bisa direspon dengan penjelasan atau surat yang Ibu maksud tersebut, demikian, semoga dipahami, mohon maaf baru merespon dikarenakan kesibukan “TAHUNAN MARET”, harap maklum.

  15. Selamat malam. Saya punya NPWP, namun ada beberapa harta yg blm saya lapor selama ini. Dan ada yg atas nama istri saya.

    1.Apakah perlu di sertakan surat pernyataan nominee? Krn saya tidak ada perjanjian pisah harta dgn istri, dan harta tersebut bukan warisan.

    2. Kalau tidak perlu, ada dasar hukumnya tidak?

    3. Kalau perlu, haruskah saya balik nama nantinya setelah lolos TA?

    Terima kasih

    1. Baik Pak Jemmy, berikut jawaban saya
      1. Walaupun Bapak dan istri merupakan satu kesatuan ekonomis, sehingga Bapak seharusnya tidak perlu membuat Surat Pengakuan Nominee atas harta tersebut, namun sesuai Perdirjen PER-07/PJ/2016 disebutkan bahwa Surat pengakuan nominee adalah surat pengakuan dari pihak yang diatasnamakan dalam harta berupa saham, tanah, dan/atau bangunan yang tercantum dalam surat pengakuan kepemilikan harta (ditandatangani nominee (orang lain)), sehingga sebaiknya dilengkapi dengan S.Nominee saja Pak, karena agar lebih aman, tidak bolak balik jika sampai ditolak.
      2. Dalam hal Wajib Pajak bermaksud untuk mendapatkan fasilitas pembebasan pengalihan atas Harta berupa tanah, bangunan, atau saham tersebut, Wajib Pajak melengkapi dengan surat pengakuan nominee. Dengan demikian, Surat pengakuan kepemilikan harta dan surat pengakuan nominee digunakan pada saat penyampaian Surat Pernyataan Harta. Perlu di ketahui bahwa pembebasan pajak pengalihan atas Harta tersebut adalah antar pribadi ke pribadi (yang sudah dibuatkan S.Nominee pada SPH), namun jika dari developer/pengembang, tidak dibebaskan (Pasal 24 ayat (2a) dan (2b) PMK 141/PMK.03/2016)
      3. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyertakan nominee, Surat Pernyataan Harta tersebut tetap dapat diterima dan permohonan pembebasan pengalihan tetap dapat ditindaklanjuti sepanjang memenuhi ketentuan dalam Pasal 24 dan/atau Pasal 25 PMK 118/PMK.03/2016. Apabila sampai dengan tanggal 31 Desember 2017, Wajib Pajak tidak melakukan pengalihan, atas pengalihan hak yang dilakukan dikenai pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan (Pasal 26 (3) PMK 118/PMK.03/2016)

      Demikian, semoga dipahami, mohon maaf baru merespon dikarenakan kesibukan “TAHUNAN MARET”, harap maklum.

        1. Sesuai jawaban saya sebelumnya, Nominee sebenarnya tidak diperlukan jika dalam kondisi seperti Bapak, namun saran saya silahkan disiapkan dan dibawa saja, barangkali diperlukan pada saat menghadap penerima TA, jika diminta tinggal diserahkan, jika tidak diminta maka tidak perlu disertakan, maksud saya hanya sebagai persiapan daripada ditolak karena tidak membawa S.Nominee.

          Balik nama sebelum 31 Desember 2017 dibebaskan dari PPh Pengalihan yang (sekarang) 2,5% Pak, namun jika dilakukan setelah itu maka akan terkena PPh final pengalihan. Namun dalam kondisi Bapak, saya pikir tidak perlu ada balik nama, karena sekarang Bapak dan istri merupakan suatu kesatuan ekonomis berbentuk keluarga kan? (jika saya tidak salah sangka) sehingga semua harta merupakan milik bersama, walaupun bukan atas nama Bapak.

          Demikian, semoga dipahami, terimakasih

  16. Selamat siang pak, saya saat ini sednag mengisi SPT 1770 SS WP OP. Berikut beberap ahal yg ingin saya tanyakan :
    1. Saya ada deposito Rp. 7,5 jt apakah juga kena PPh Final ? Bila kena, bagaimana menghitung bunga deposito utk diisikan di kolom PPh Final
    2. Saya ada rumah warisan apakah termasuk yg dikecualikan dr Objek Pajak? Bila iya, apakah diisikan di kolom Penghasilan yg dikecualikan dari Objek Pajak atau kolom Harta?
    3. Di kolom harta, apakah diisi nilai rumah warisan tsb (lagi) dan tabungan atau bagaimana ?

    Catatan : saya baru punya NPWP Juli 2016.

    Mohon infonya. Terima kasih.

    1. Baik Pak Agus, berikut jawaban saya, untuk SPT 1770 SS (penghasilan bruto SAMPAI DENGAN 60juta setahun)
      1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia merupakan Objek PPh Final sesuai PP 131 Tahun 2000 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI
      2. Sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf b UU PPh, warisan merupakan yang dikecualikan dari objek pajak, sehingga silahkan dimasukkan pada kolom Penghasilan yang Dikecualikan dari Objek Pajak, SEKALIGUS dimasukkan dalam Jumlah Keseluruhan Harta yang Dimiliki pada Akhir Tahun Pajak SPT Tahunan 1770 SS Bapak.
      3. Ya, dan ditambahkan dengan jenis harta lainnya yang dikuasai dan dimiliki, karena jenis SPT yang Bapak laporkan tidak merinci jenis harta seperti hal nya 1770 S atau 1770

      Demikian, semoga dipahami, mohon maaf baru merespon dikarenakan kesibukan “TAHUNAN MARET”, harap maklum.

  17. Pak, mau nanya lagi kalau pembetulan apakah bisa melalui efilling soalnya spt tahun 2013, 2014 & 2015 dilaporkan secara manual?
    Kalau kpp saya terdaftar di wilayah aceh, apakah bisa memperoleh efin di kpp medan?

    Terima kasih

    1. Jika sebelumnya dilaporkan secara manual, maka (mohon maaf) tidak bisa langsung Pembetulan ke-1 dst dengan menggunakan e-filing. Lalu kemudian karena SPT Pembetulan (yang manual) tidak bisa dilaporkan di KPP terdekat, harus ke KPP terdaftar, maka solusi paling mudah adalah dengan mengirimkan SPT Pembetulan tersebut melalui pos tercatat Bu.

      Saran saya, pada lembaran lain (selain fisik SPT) tuliskan nomor HP yang bisa dihubungi (dalam hal jika ada kekurangan), karena alur prosesnya setelah SPT Ibu sampai ke KPP, akan di teliti dulu oleh AR penanggung jawab NPWP Ibu, lalu kemudian jika lengkap akan di cetak tanda terima LPAD oleh petugas Seksi Pelayanan, jika tidak lengkap juga akan dicetak surat keterangan ketidaklengkapan, kemudian jika 30 hari sejak tanggal surat Ibu tidak melengkapi kekurangan yang dimaksud pada surat tersebut, maka dianggap tidak melaporkan SPT Pembetulan.

      Efin bisa diperoleh di KPP mana saja Bu, dengan mengisi form aktivasi efin, lalu melampirkan fotocopy KTP dan fotocopy NPWP (jika WP OP) dan tambahan Surat Penunjukan (jika WP Badan)

      Demikian, semoga dipahami, terimakasih.

  18. Siang, Maaf pak saya ingin coba menanyakan pelaporan SPT setelah mengikuti tax amnesti, kebetulan saya mengikuti tax amnesti baru diawal maret 2017, apakah harta yang diungkap di TA tersebut harus dilaporkan dalam SPT tahun 2016?
    Terima kasih

    1. Baik Bu Eny, sesuai Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Penempatan pada Instrumen lnvestasi di Pasar Keuangan dalam rangka Pengampunan Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.08/2016 mengatur bahwa tambahan harta dan utang yang membentuk nilai harta bersih yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan dan telah diterbitkan Surat Keterangan diperlakukan sebagai perolehan harta baru dan perolehan utang baru Wajib Pajak sesuai tanggal Surat Keterangan Pengampunan Pajak.

      Sehingga jika Ibu mendapatkan S.Ket TA pada 2017 maka silahkan dilaporkan harta TA tersebut pada SPT Tahunan Tahun Pajak 2017, dimana tahun perolehan ditulis menjadi 2017.

      Demikian, semoga dipahami, terimakasih.

  19. Selamat malam Pak, saya mau bertanya –
    1. Jika di SPT 2015, ada tabungan atas nama isteri belum terlapor, pada saat TA apakah perlu melampirkan surat pernyataan nominee?
    2. Jika di SPT 2015, ada deposito yang ditempatkan menggunakan nama anak, pada saat TA apakah perlu melampirkan surat pernyataan nominee?
    3. Jika saya tidak memiliki catatan saldo tabungan dan deposito per 31 des 2015, apakah saya dapat menggunakan saldo perkiraan?
    Mohon pencerahannya. Terima kasih.

    1. Mohon maaf baru direspon karena kesibukan, mungkin tidak bermanfaat lagi jawaban saya, tapi tidak masalah
      1. Jika diikutkan sebagai objek TA, lebih aman menggunakan nominee
      2. Sama dengan jawaban atas
      3. Sebaiknya sesuai saldo per 31 Des 2015, jika tidak bisa, pada saat melaporkan form M, sesuaikan dengan kondisi sebenarnya

      Demikian, semoga dipahami, sekali lagi mohon maaf, terimakasih

  20. Saya mau tanya pak. untuk tax amnesty ini. Jika perusahaan tersebut ada pendapatan dan pengeluaran NON PPN, tetapi NON PPN tersebut no. rek Atas Nama Pribadi (Khusus perusahaan masukan atau keluaran NON PPN).
    Sedangkan untuk pengluaran dan pendapatan pribadi sendiri pakai no. rekening yang berbeda.

    Untuk itu mengikuti tax amnesty masuk ke mana pak perorangan atau perusahaan ?

    1. Mohon maaf baru direspon karena kesibukan, mungkin tidak bermanfaat lagi jawaban saya, tapi tidak masalah

      atas kondisi tersebut, lebih aman mengikuti TA dengan menggunakan NPWP Orang Pribadi

      Demikian, semoga dipahami, sekali lagi mohon maaf, terimakasih

Leave a Reply to Darma Sanjaya Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.